BIJAK ONLINE (Padang)-Tak berlebihan rasanya kalau dikatakan ratusan pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sirih bertaruh nyawa. Pasalnya, resiko kerja tinggi tapi tidak lengkapi dengan fasilitas keselamat dan kesehatan kerja (K3) yang memadai. Anehnya, pihak manajemen PT PLN (Persero), Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, Sektor Pembangkitan Teluk Sirih yang mengelola PLTU tersebut mengaku, itu bukan tanggungjawab mereka.

Guna mengatasi persoalan kekurangan daya listrik di Sumatera Bagian Selatan, khususnya di Sumatera Barat, pemerintah membangun PLTU Teluk Sirih berkapasitas 2x112 MW. Dengan beropersinya PLTU yang berlokasi di Teluk Sirih, Kelurahan Teluk Kabung Tengah, Kecamatan Bungus Teluk Kabun, Kota Padang itu bisa memenuhi kebutuhan Sumatera Barat 400 MW, terutama ketika air yang menggerakan PLTA di danau Maninjau dan Singkarak menyusut. 

PLTU Teluk Sirih dibangun dengan dana dari Asosiasi Bang Daerah (Asbanda) dan China Development Bank (CDB). Nilai kontraknya sebesar USD 179.024.152,- dan Rp. 673.609.315,-. Dan, PLTU yang dibangun oleh PT Rekayasa Industri dan China National Technical Import & Export itu sudah beroperasi sejak Juli 2013 lalu. Konsultannya adalah PT PLN (Persero) Pusat Enjinering Kelistrikan sebagai Engineering Supervisi dan Konsorsium PT. Kwarsa Hexagon bekerja sama dengan PT. Prima Layanan Nasional Engineering dan PT. Andalan Rereka Consultindo sebagai Supervision Construktion dan QA/QC.

Seiring beroperasinya PLTU Teluk Sirih, berbagai persoalan pun bermunculan. Salah satunya adalah masalah ketenagakerjaan. Ratusan pekerja alih daya (outsourcing) yang mengoperasikan PLTU tersebut mengeluhkan minimnya fasilitas K3 (keselamatan dan kesehatan kerja), dan jaminan kesejahteraan. Mereka terpaksa mempertaruhkan nyawa demi keberlangsungan hidup keluarganya.

Yang ironisnya, walau bekerja di bawah tekanan dan beresiko tinggi, para pekerja di PLTU ini tak berani melapor secara resmi kepada PT PLN (Persero) dan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang. Melalui pemberitaan koran ini mereka mencurahkan keluhannya dan meminta supaya identitas mereka dirahasiakan. “Kalau melapor secara resmi, nanti kami dipecat,” sebut seorang pekerja. “Cari kerja lain yang sama dengan di PLTU ini sangat sulit,” timpal yang lain.

Para pekerja ini menjelaskan, bekerja di PLTU Teluk Sirih tak jelas kontrak kerjanya dengan vendor (perusahaan outsourcing) yang mempekerjakan mereka. Walau sudah bekerja 3 tahun  tapi tak ada kenaikan gaji dari vendor bersangkutan. Masa kontrak hanya hitungan bulan dan diperpanjang dengan masa yang sama. “Parahnya lagi, fasilitas K3 sangat minim, sementara resiko kerja sangat tinggi,” sebut seorang pekerja. “Di PLTU Teluk Sirih tak ada klinik kesehatan untuk penanganan emergency bagi yang sakit dan kecelakaan,” keluh yang lain.

Mereka mencontohkan, pekerja unit pemadam kebakaran yang kelola oleh CV Damkar sudah 2 tahun tidak naik gaji. Hal yang sama juga terjadi pada unit kimia yang dikelola PT ERA, mereka sudah 3 tahun tidak naik gaji. “Yang parah itu pekerja unit kimia, mereka tak diberi ekstra pooding, padahal dampak zat kimia itu sangat membahayakan terhadap daya tahan tubuh mereka,” sebut seorang pekerja.

Selain itu, jelas mereka, juga terjadi diskriminasi sesama pekerja. “PLN mempekerjakan operator alat berat (dozer dan excavator) yang tidak punya SIO (SIM-nya operator), sementara yang punya SIO dipindahkan ke unit lain yang bukan bidangnya. “Parahnya lagi, gaji mereka malah dipotong Rp800 ribu lebih karena bukan operator alat berat lagi,” ungkap seorang pekerja. “Anehnya, PT KSM sebagai vendor-nya malah diam saja,” sela yang lain.

Selain itu, tambah mereka, fasilitas K3 yang ada sangat mengancam keselamatan dan kesehatan mereka. “Mestinya pakai masker khusus, tapi diberi masker biasa, padahal abunya sangat banyak,” ujar seorang pekerja mencontohkan. “Helm yang diberi juga mudah pecah, padahal pekerja sering tertimpa batu bara, khususnya yang mengoperasikan kompeyor,” tambahnya. “Pekerja juga tak diberi loker penyimpan barang pribadi,” tambahnya lagi. 

“Yang lebih parahnya lagi adalah, pekerja tak disediakan tempat istirahat yang memadai. Mereka terpaksa istirahat di ruang panel listrik yang membahayakan kesehatan mereka,” tutur pekerja yang lain. “Di tempat kerja juga tak ada MCK, sehingga mereka kencing di sembarangan tempat. Kalau buang air besar, mereka pergi ke pinggir laut atau ke mushalla yang jaraknya sangat jauh dari tempat kerja,” tambahnya. “Pokoknya jorok dan tidak sehat,” tegasnya.

Yang lebih parah lagi adalah, lanjut mereka, PLTU yang mempekerjakan ratusan pekerja itu tidak dilengkapi dengan klinik kesehatan untuk penanganan emergency. “Jarak PLTU ini dengan puskesmas lebih kurang 12 kilometer, lho,” sebut seorang pekerja. “Dulu ada pekerja kecelakaan, terpaksa dipanggul ke tempat parkiran sepeda motor yang jaraknya 200-an meter, dan dilarikan ke puskesmas pakai sepeda motor,” kenangnya sembari mengatakan, pekerja tidak bisa meminjam mobil PLN untuk keperluan emergency.

Para pekerja ini sangat berharap PLN segera membangun klinik kesehatan yang dilengkapi dengan ambulan di PLTU Teluk Sirih. “Dan, kalau tidak bisa dokter, minimal harus ada perawat jaga yang bisa menangani tindakan emergency,” harapnya. “Ini sangat penting, terutama bagi pekerja sip malam,” tegasnya. “Coba bayangkan, kalau ada yang sakit atau kecelakaan pada sip malam, mau berobat ke mana dan pakai apa?,” tanyanya. “Ini mendesak untuk diadakan,” tegasnya.
Para pekerja ini bermohon supaya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja turun ke PLTU Teluk Sirih melihat keadaan mereka. Mereka takut melapor secara resmi karena takut dipecat perusahaan yang mempekerjakan mereka. “Kami tidak menuntut lebih, tapi hak-hak dasar kami sebagai pekerja kelistrikan tolong dipenuhi,” ujar seorang pekerja. “Terutama fasilitas K3 demi keamanan dan kesehatan kami sebagai pekerja,” tambahnya. “Kalau masalah kesejahteraan, kami juga berharap disamakan dengan pekerja di PLTU lain,” pungkasnya.

PLN: Itu Tanggungjawab Vendor
Manajemen PT PLN (Persero), Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, Sektor Pembangkitan Teluk Sirih yang dikonfirmasi terkait persoalan ketenagakerjaan tersebut mengaku hal tersebut bukan tanggungjawabnya. “Beberapa unit kegiatan dialihdayakan ke perusahaan lain (vendor), dan komplain pekerja tersebut adalah tanggungjawab vendor-nya,” ujar Rifwandi, Humas Sektor Pembangkitan Teluk Sirih, Rabu (9/9) di kantornya.

Dikatakan Rifwandi, pengoperasian PLTU Teluk Sirih belum sepenuhnya diserahkan ke Sektor Pembangkitan Teluk Sirih. “Jadi kami belum tahu berapa vendor yang dipakai dan berapa jumlah pekerjanya,” terangnya. “Baru pengamanan, administrasi dan kebersihan yang diserahkan,” tambahnya sembari mengatakan, pengoperasian PLTU itu sendiri masih ditangani oleh pihak proyek pembangunan PLTU. “Jadi kami tidak tahu apa dan bagaimananya di sana,” jelasnya.

Khusus persoalan klinik kesehatan, Rifwandi mengatakan, kesehatan para pekerja sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan. “Di sini memang tidak ada klinik kesehatan, tapi pekerja bisa berobat ke puskesmas dan rumah sakit yang ditunjuk,” jelasnya. “Untuk kasus emergency, kami ada mobil yang bisa mengantar mereka, dan standby 24 jam,” tambahnya. “Karena ada keluhan, kita akan carikan solusinya bersama vendor dan BPJS Kesehatan,” tegasnya.

Ditambahkan Rifwandi, pihaknya juga akan membicarakan keluhan pekerja terkait masalah kesejahteraan dan fasilitas K3 dengan vendor-vendor yang ada. “Untuk ini, kami akan koordinasikan dengan pihak proyek yang mengontrak vendor-vendor tersebut,” tegasnya. “Kami belum izinkan wartawan melihat kegiatan pekerja ke lapangan, karena proyek belum diserahkan kepada kami,” ujar Rifwandi ketika koran ini meminta izin melihat kondisi pekerja di lapangan. “Kalau sudah diserahkan 100 persen, nanti kita atur,” tegasnya. “Karena ini objek vital nasional,” pungkasnya. (novermal)

google+

linkedin