SAYA termasuk yang mempersoalkan jabatan rangkap di kepengurusan KONI ini. Tapi sayangnya, saran dan kritikan saya waktu itu tak digubris oleh penguasa di daerah Sumatera Barat ini.

Inspirasi saya muncul  waktu itu, ketika  Ketua KONI Kota Surabaya Saleh Ismail Mukadar menggugat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan Saleh Ismali Mukadar, karena dirinya mennjabat Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur.

Secara tegas dan jelas waktu itu, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Saleh Iskandar Mukadar terhadap uji materi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) terhadap UUD 1945.

Saleh Ismail Mukadar dalam gugatannya menilai,  pasal 40 UU SKN yang memuat ketentuan pengurus KONI di semua tingkatan, dari pusat hingga daerah tidak boleh merangkap jabatan bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945. Larangan itu menurutnya sangat diskriminatif, karena di sisi lain pengurus cabang olahraga tidak dilarang dijabat oleh pejabat publik.

Tapi waktu itu,  Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan Saleh Ismali Mukadar dinilai tidak beralasan. Makhkamah Konstitusi berpendapat, bahwa ketentuan pasal  40 Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional  tidak bertentangan pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Keputusan finalnya, gugatan Saleh Ismali Mukadar ditolak.

Kemudian, masalah jabatan rangkap di kepengurusan KONI tersebut, juga sudah dengan tegas dan jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007.

Jadi kini, wajar saja persoalan jabatan rangkap di KONI Sumbar menjadi bahan pembicaraan insan olahraga Sumatera Barat, karena Gubernur Sumbar Nomor:099/III/GSB-2016 dengan prihal rangkap jabatan dalam kepengurusan KONI dan suratnya ditujukan kepada Ketua Umum KONI SUmabr, Prof DR Syahrial Bakhtiar yang kini menjadi PR III di Universitas Negeri Padang.

Persoalan jabatan rangkap itu menjadi menarik, karena persoalannya ada yang menilai ada kaitannya dengan persoalan pemilihan kepala daerah atau pemilihan Gubernur Sumbar. Yang hebatnya, ada yang menuduh Surat Gubernur Sumbar "Lahir" berdasarkan bisik-bisik timses IP-NA. Kemudian, Prof DR Syahrial Bakhtiar, dinilai Timses MK-FB yang gagal menggapai kursi BA1 Sumbar.

Yang lebih parahnya lagi, Gubernur Sumbar dituduh dan bahkan difitnah dengan gunjingan sengaja "menghabisi" orang Muslim Kasim, baik di rumah bagonjong, maupun di berbagai organisasi kemasyarakatan. Padahal Gubernur Sumbar hanya menindaklanuti surat mendagri dan surat edaran KPK. Tapi yang namanya persoalan digiring ke kancah politik, ya begitulah jadinya. (penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)

google+

linkedin