BIJAK ONLINE (Padang)-Mahkamah Agung Republik Indonesia Badang Pengawasan yang beralamat di Jalan Ahmad Yani Kav 58 By Pass Cempaka Putih Timur Jakarta Pusat, melalui suratnya Nomor:714/BP/Eks/07/2015 telah menyikapi surat laporan pengaduan yang dikirimkan LSM Mamak Ranah Minang tentang pelanggaran kode etik hakim.

Surat Mahkamah Agung RI yang ditandatangani Kepala Bidang Pengawasan, Sunarto tersebut menjelaskan, sehubungan dengan surat LSM Mamak tertanggal, 18 November 2014 lalu, telah diterima, 18 November 2014 dengan Nomor:124/BP/A.OL/XI/2014.

Terkait dengan surat tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Padang melalui surat, 30 Maret 2015 dengan Nomor;W2.U1/1388/PW/III/2015 telah memberikan klarifikasi. Isinya, bahwa Busra SH selaku Ketua Majelis Hakim waktu bertugas di Pengadilan Tinggi Sumatera Barat telah meninggal dunia, 13 Februari 2015. Sedangkan hakim-hakim anggota telah berpindah tugas kepengadilan lain.

Sementara Ketua Tim Investigasi LSM Mamak Jamalus Datuk Rajo Balai Gadang menyebutkan, surat Mahkamah Agung RI yang barusan diteriman, Sabtu 1 Agustus 2105 ini akan dibahas atau dikaji. "Yang jelas sekarang kami di LSM Mamak akan membalas surat Mahkamah Agung dan akan mempertanyakan dua hakim yang ikut menangani kasus senketa kaum Suku Chaniago dengan Suku Sikumbang dalam masalah sengketa tanah di Jalan Khatib SUlaiman," kata anggota Jemaah Tabliq ini.

Menurut Jamalus, LSM Mamak sengaja mempertanyakan kasus sengketa tanah di Jalan Khatib SUlaiman itu berdasarkan data yang ada dan berdasarkan kajian dan analisa, kuat indikasinya Majelis Hakim PN Padang yang diketua Busra SH (almarhum) melakukan pelanggaran kode etik hakim. "Soalnya, tanah yang telah berpuluh-puluh tahun dikuasai Kaum Suku Chaniago, bisa kalah dalam persidangan dengan pihak yang menggugat, Kaum Suku Sikumbang  mempergunakan surat berbahasa Arab Melayu yang surat itu telah dinyatakan palsu oleh labotarium forensik Mabes Polisi Nomor:474/DF/1994 tanggal 16 Juli 1994 . Semen permintaan uji labor tu berdasarkan permintaan Pengadilan Negeri Padang," katanya.

Kemudian, tanah kaum Chaniago yang dieksekusi oleh PN Padang itu seluas 24 piring. Padahal, jumlah piring sawah dalam surat pagang gadai berupa fotocopy berbahasa Arab Melayu yang dipergunakan Kaum Suku Sikumbang tersebut hanya 12. "Kami melihat kasus itu syarat dengan kecurangan dan sementara kantor DInas Koperasi SUmbar dan sebuah masjid tidak diseksekusi, sementara tanah itu termasuk objek perkara," kata Jamalus.

Kemudian, kata Jamalus, LSM Mamak punya bukti dan fakta yang berkekuatan hukum."Kami di LSM Mamak akan tetap memperjuangkan hak kamu SUku Chaniago ini, karena kami melihat dan menyimpulkan ada mafia peradilan dalam kasus ini," tagasnya. (PRB)

google+

linkedin