Di masa orde baru, sejumlah organisasi kepemudaan dan olahraga cenderung dipengaruhi oleh kepentingan penguasa saat itu. Sebut saja misalnya, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Soalnya, kedua organisasi tersebut selalu mendapatkan bantuan dana pembinaan (bantuan hibah) dari pemerintah setiap tahunnya. Sehingga wajar, orang-orang yang duduk sebagai pimpinan di organisasi tersebut kebanyakan “disetel” pemerintah atau istilah lainnya harus mendapatkan restu dari sang penguasa. 

Tujuannya, supaya roda organisasi tersebut bisa sejalan dengan kebijakan pemerintah. Akhirnya, pemerintah mengelompokkan berbagai organisasi yang ada dan berada di bawah koordinasi sebuah lembaga kementerian. Seperti organisasi-organisasi yang berbasis kepemudaan dan olahraga wajib patuh dan tunduk di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Namun sejak era reformasi bergulir pada tahun 1998 dengan ditandai lengsernya Presiden Soeharto, semuanya langsung berubah total. Termasuk keberadaan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang dulunya dikendalikan pemerintah, kini diberikan kebebasan untuk hidup mandiri. Meskipun masih mendapatkan bantuan dari pemerintah tapi tidak lagi seratus persen seperti di masa orde baru.

Begitu juga dengan organisasi KONI. Di masa orde baru, KONI sangat dimanjakan dengan bantuan dana pemerintah melalui program SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) yang di era reformasi program tersebut dihapus karena dinilai sarat dengan perjudian. Segala bentuk perjudian di masa reformasi dilarang pemerintah karena dianggap telah merusak mental anak bangsa. 

Akibatnya, bantuan dana untuk kegiatan organisasi kemasyarakatan ikut berkurang karena tidak mampu ditanggulangi oleh APBN atau APBD. Sistem keuangan negara pun makin diperketat guna menghindari praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang menjadi semangat reformasi. Akhirnya, pemerintah memberikan payung hukum kepada organisasi KONI agar bisa mandiri dengan keluarnya UU No.3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).

Sejak saat itu hingga sekarang, regulasi di KONI pun diatur dengan ketat. Bahkan, bagi pengurus KONI yang coba-coba untuk “korupsi” atau menyalahgunakan wewenangnya bisa dijerat hukum pidana meskipun mereka mengelola dana hibah (bantuan cuma-cuma, red). Kalau dulu, pengelolaan dana KONI tidak perlu pertanggungjawaban secara hukum dan dianggap bantuan lepas.

Pada tahun 2012 Mendagri di masa Gamawan Fauzi melalui surat edarannya Nomor 800/148/sj 2012 juga mengeluarkan kebijakan melarang pejabat publik, pejabat politik, pejabat struktural dan TNI/Polri untuk duduk di kepengurusan KONI. Tujuannya untuk membersihkan KONI dari pengaruh dan kepentingan politik pihak tertentu. Pemerintah pun telah mengeluarkan PP No.16 tahun 2007 untuk memperkuat UU No.3 tahun 2005.

Kebijakan tersebut dilanjutkan lagi oleh Mendagri Tjahyo Kumolo yang juga telah mengeluarkan surat edaran pada Maret 2016  lalu. Bahkan, lebih tegas Mendagri melarang tidak hanya pejabat publik dan struktural saja namun seluruh PNS tidak boleh terlibat di kepengurusan KONI. Jika dilanggar, sanksinya sangat berat bisa dipecat dan KONI pun dapat dibekukan pemerintah.

Nah, menyikapi fenomena tersebut, tentu kita tidak ingin organisasi KONI ini dibubarkan pemerintah gara-gara tidak mengindahkan aturan yang ada. Artinya, orang-orang yang duduk di kepengurusan KONI itu betul-betul orang-orang profesional dan terbebas dari segala kepentingan politik.

Khusus untuk KONI Sumbar, kita berharap pemilihan Ketum KONI Sumbar mendatang harus bersih dari nuansa kepentingan Pilgub Sumbar 2015. Baik dari pendukung pasangan IP-NA yang menang dalam Pilkada maupun dari pendukung pasangan MK-FB yang menjadi rivalnya. Carilah sosok figur Ketum KONI yang netral sehingga mampu menyatukan semua pihak. Sehingga pembinaan olahraga di Ranah Minang tercinta ini tidak terkotak-kotak gara-gara perbedaan kepentingan politik.

Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan bagi kita bersama, terutama bagi pengurus cabang olahraga dan KONI kota/kabupaten se-Sumbar yang akan memberikan hak pilihnya pada Musyawarah Olahraga Provinsi Luar Biasa (Musorprovlub), 7-8 Desember mendatang. Amiiin....

(Penulis Adalah Ketua Forum Jurnalis Kota Padang)

google+

linkedin