BIJAK ONLINE (PAINAN)-Wakil Bupati Kabupaten Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar mengaku belum menerima surat penetapan dirinya sebagai tersangka soal perusakan mangrove di Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh, Kecamatan Koto XI Tarusan.

Kendati demikian, wabup Pessel juga tidak menampik pernah dipanggil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) terkait rusaknya hutan bakau di kawasan itu.

“Ya, itu memang pernah pada 16 Agustus 2017 silam. Sebagai warga negara, tentu saya wajib memenuhinya. Tapi bukan sebagai saksi atau yang lainnya,” ungkapnya pada wartawan di Painan, Kamis (5/10).  

Seperti diberitakan salah satu media di Sumatera Barat pada 5 Oktober 2017, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan Wakil Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar sebagai tersangka rusaknya hutan manrove di Mandeh.  

Sengkarut rusaknya kawasan mangrove di di KWBT Mandeh yang melibatkan sejumlah pengampu kebijakan di Pesisir Selatan dan Sumatera Barat itu bermula sejak Mei 2017.
Dalam perjalanannya, persoalan itu pun terus bergulir hingga ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan KLKH.

Pihak KLKH memulai penyidikan pada 15 September. Bahkan, dalam sebuah salinan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari KLKH, Rusma Yul Anwar dinyatakan sebagai tersangka atas dugaan pengrusakan lingkungan hidup di KWT Mandeh.

Dalam surat itu, kementerian memaparkan, Wakil Bupati Pesisir Selatan itu diduga melanggar Pasal 98 dan 109 Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Rusma Yul Anwar juga telah melakukan usaha atau kegiatan yang tidak memiliki izin lingkungan di Mandeh," tulis Kementerian Lingkungan Hidup dalam surat perintah dimulainya penyidikan tersebut.
Selain ditujukan pada Rusma, perintah penyidikan tersebut juga ditujukan pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum-Kejaksaan Agung RI, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Nelly Armidha.

Perintah dilakukan berdasarkan rujukan Pasal 94 Undang-undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 6 ayat 1 huruf B, serta pasal 7 ayat 2 KUHAP.

Sementara, Direktur Kriminal Khusus Polda Sumatera Barat, Margiyanta menyebutkan pihaknya pernah melakukan peninjauan ke lokasi kejadian.

Peninjauan itu dalam rangka pengumpulan barang bukti. Selain itu, juga pernah memintai keterangan Dinas Kehutanan Provinsi, KLH Provinsi dan KLH Kabupaten. “Ini sebagai salah satu upaya kami guna penyeidikan. Namun soal salinan ditetapkannya wakil bupati sebagai tersangka, kami beum menerima salinannya dari pihak KLKH,” sebutnya.

Dihubungi secara terpisah, Bupati Pesisir Selatan Hendrajoni dan Ketua DPRD Dedi Rahmanto Putera belum mau berkomentar soal penetapan status tersangka wakil bupati tersebut. “Saya baru tau dan sebelumnya saya belum sempat baca koran. Jadi, belum bisa komentar soal itu,” tutup bupati. (teddy setiawan)

google+

linkedin