Dari kiri : Anggota Pansus, Awarisman Letok. Sekretaris, Benny Jovial dan Wakil Ketua Pansus, Syafril Saputra saat meninjau gedung RSUD M. Zein Painan yang terbengkalai.

BIJAK ONLINE (PAINAN)-Panitia Khusus (Pansus) II LKPj 2017, menegaskan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan harus mengambil sikap yang jelas soal pembangunan gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M. Zein Painan.

Wakil Ketua Pansus, Syafril Saputra menyampaikan, jangan sampai proyek pembangunan tersebut merugikan keuangan daerah. Sebab, hingga kini tidak ada ketegasan dari bupati terkait pembangunan gedung baru itu.

"Kalau ada kerugian keuangan daerah, itu sama saja merugikan masyarakat," tegas dia saat kunjungan Pansus II DPRD ke lokasi pembangunan gedung baru rumah sakit di kawasan Kabun Taranak, Painan, Kamis (12/4).

Kunjungan dihadiri Sekretaris Pansus, Benny Jovial. Dua anggota Pansus, Awarisman Letok dan Pardis. Selain itu, juga dihadiri Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum, Iwan.

Pembangunan gedung baru RSUD M. Zein didanai dari pinjaman Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan pada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) senilai Rp99 miliar, dengan tenor selama lima tahun.

Dari dana tersebut, Rp96 miliar dipatok untuk pembangunan fisik. Sedangkan sisanya yang sebesar Rp3 miliar untuk pengadaan peralatan medis.

Sesuai rencana, proyek yang dimulai pemhangunannya pada 2014 itu bakal rampung di awal 2017. Namun, pada 2016, Bupati Hendrajoni menghentikan kegiatan pembangunan, dengan alasan tidak memiliki dokumen Amdal.

"Nah, jika memang dihentikan, harus jelas alasannya. Kemudian, bupati juga harus mencabut Perda pendiriannya," terang politisi Partai Golkar itu.

Dari pembahasan, ungkap legislator Dapil II Pessel itu, Pansus melihat tidak ada alasan yang jelas dan tegas terkait penghentian proyek pembangunan RSUD tersebut.

Pada kesempatan itu, Sekretaris Pansus, Benny Jovial menyampaikan, dalam persoalan pembangunan RSUD, Bupati Hendrajoni telah banyak melibatkan berbagai pihak lain.

Jika persoalannya Amdal, DPRD telah mengalokasikan dana Rp600 juta untuk Amdal. 

Namun ternyata bukan sekedar Amdal, bupati juga mempermasalahkan soal jabatan bupati sebelumnya (Nasrul Abid-red) dalam meneken kontrak pinjaman dengan PIP.

Padahal, Kementerian Dalam Negeri tidak pernah mempermasalahkan itu. Jika ada kesalahan mekanisme, pihak kementerian tidak merekomendasi pinjaman.

"Bupati juga mempersoalkan konstruksi jaring laba-labanya. Kan, terlalu banyak yang dilibatkan jadinya. Harusnya kepala daerah tegas dan jelas soal ini," sebut politisi Partai PKS itu.

Lebih dari itu, lanjut dia, saat ini daerah harus membayar bunga beserta cicilan pinjaman. Bahkan, hingga kini nilainya mencapai Rp9 miliar yang dipotong dari Dana Alokasi Umum (DAU) Pessel.

Sementara, Anggota Pansus, Awarisman Letok, menyebutkan, jika tidak tuntas, ia khawatir persoalan lain bakal muncul.

Betapa tidak, sebut Politisi Partai Demokrat itu, kontrak pinjaman daerah dengan PIP habis pada 2019. Di lain sisi, daerah juga harus membayar sisa pembayaran pada Waskita Karya sebagai kontraktor.

Sebab, hingga kini, pemerintah daerah baru membayar Rp30 miliar, dari Rp70 miliar total biaya pembangunan yang harus dibayarkan pada kontraktor.

"Masalah lagi nantinya, kan. Sementara kejelasan proyek tersebut hingga kini tidak berujung. Jangan sampai nanti mereka nuntut uangnya pada kita lewat jalur hukum," sebutnya.

Sebelumnya, Bupati Hendrajoni menyebutkan, secara pribadi dirinya tidak berniat menghentikan kegiatan pembangunan itu.

Penghentian pembangunan menurut dia dikarenakan proyek tersebut tidak memiliki dokumen Amdal.

Kendati demikian, dirinya juga tidak menampik kapan pembangunan bakal dilanjutkan. 

"Terkait hal ini semua pihak harus memahami bahwa saya tidak menghalangi pembangunan rumah sakit, yang menjadi penghalang karena tidak ada amdal," tutupnya. (teddy setiawan)

google+

linkedin