KALAU Kota Padang dikatakan bebas lokalisasi betul. Tapi kalau disebut bersih dari protitusi, lonte dan  poyok, jawabnya no, nooo. Kemudian timbul pertanyaan, kenapa para lonte dan poyok itu bebas berkeliaran? Jawabanya karena para ninik mamak, para ulamanya dan penguasanya boleh diejek dengan istilah gadang sarawa. Kenapa pula mereka gadang sarawa? Jawabnya karena mereka telah kena penyakit  cinta dunia dan takut mati.

Bagaimana pula dengan para anggota dewan yang terhormatnya, serta dengan akademisi? Jawabnya, lah satali tiga uang.  Bahkan, ada juga selentingan ocehan  yang menyebutkan anggota dewan Kota Padang tu lah manarimo lo dari para germo kelas kakap atau germo yang punyo tampek strategis untuk memberikan kebebasan bagi anak nagari bermain sek haram.

Yang ironisnya lagi, tali tigo sapilin atau tungku tigo sajarang tu, lah samo-samo mamakakan talingo dan berprilaku co kura-kura dalam perahu. Sudah tu kalau bicara moral atau masalah agama, mereka tu hebat-hebat dan santiang-santing dengan mengutip dalil berlandasan Firman Allah dan Hadist Nabi Muhammad. Tapi anehnyo katiko dihebohkan masalah lonte dan poyok, mereka hanap seribu bahasa, termasuk para pemimpin yang berkuasa di Kota Padang saat ini.  Gayanyo berlagak co urang indak tahu sae.

Rasanya, semua anak nagari yang suko sek haram atau bakawan jo urang yang suko sek haram pasti tahulah dimana keberadaan para poyok dan lonte itu menunggu pialang sek haram.

Khusus untuk lonte dan poyok yang mencari mangsanya dengan mempergunakan mobil, bisa kita lihat dan temukan disekitar depan Taman Budaya, serta di tempat cafe-cafe yang menyediakan hiburan karoke.

Sedangkan kalau untuk bermain sek haram dengan cewek atau teman wanita, ada pula  germo yang bekerjasama dengan urang bagak bapistol menyediakan tempat yang hitungan perjam. Lokasi tampek esek-esek tu di jalan protokol dan dijantung kota.

Yang hebatnya lagi, ada pula tempat protitusi ilegal yang lokasinya  disebelah rumah urang yang labiah bagak lo lai dari urang bagak bapiltol tu. Jadi wajar sae kalau pasukan penegak perda Kota Padang indak terkaha menggrebek atau mereseknyo. Bahkan, di daerah Tarandam bisa juga dikatakan zona aman untuk bisnis esek-esek. Kalau kebesan manjua alkohol, kawasan pondok dan ado lo pengusahanyo yang kebal hukum alias tak tersentuh hukum.

Begitu juga dengan lonte atau poyok yang berpridiket wanita panggilan yang selalu siap dan oke untuk  diboking dan di bawa ke hotel-hotel berbintang. Tapi kalau untuk hotel kelas melati, harus berhati-hati juga dengan razia Pol PP Padang yang sekitika bisa saja manangkok dan sudah tu dikirim ke Panti Karya Wanita Adam Dewi, di Kabupaten Solok.

Dengan fakta dan kenyataan yang ada di Kota Padang saat ini, rasanya wajar saja kalau kita merenungkan kembali. Kenapa? Karena sekarang para lonte dan poyok sudah sangat leluasa berkeliaran. Sementara di Kota Padang ini, faktanya mayoritas penduduknya beragama Islam dan katanya lagi beradat pula.

Bahasa tegasnya, umat Islam yang mayoritas di Kota Padang sudah kehilangan harga diri dan bisa dikatakan bagaikan macan ompong, karena tak sanggup melawan orang kafir yang menghalalkan segala cara untuk meraup kepeng sebanyak-banyak demi memperkaya diri dan sogok mayogok urang bagak dan para pemimpin dari bisnis alkohol, protitusi ilegal, dan narkoba.

Jadi, mumpung tak lama lagi masyarakat Kota Padang akan melaksanakan Pilwako, perlu diingatkan agar jangan sampai memilih calon walikota goblok dan bingung untuk menjadi Walikota Padang periode 2018-2023 mendatang. Kenapa? Karena berdasark data dari tahun 1992 hingga September 2015, HIV ditemukan sebanyak 683 kasus dan AIDS sebanyak 559 kasus dan 73 kasus meninggal. Sebagian besar kasus ditemukan pada usia produktif antara 20 sampai 35 tahun. Sedangkan resiko paling tinggi penularannya berasal dari seks bebas.

Kemudian, jumlah penderita HIV/AIDS di Sumatera Barat sudah sangat mengkawatirkan angkanya, bahkan sangat fantastis mencapai 1.192 orang yang tersebar seluruh kabupaten/kota pada tahun 2016.

Jumlah tersebut masih angka kumulatif yang dihimpun Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sumbar serta usia yang sangat rawan dan rentan terkena penyakit Human Immunodeficiency virus berkisar 15 sampai 19 tahun. (penulis wartawan tabloid bijak dan padang pos.com).

google+

linkedin