BIJAK ONLINE (LIMA PULUH KOTA)—Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah, bagai udara panas yang selalu ada, bagai gerimis yang selalu membayang. Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau tertuju ke dada kita, atau ke dada mereka sendiri.
Demikian diungkapkan Kasima (80), salah seorang warga miskin lanjut usia (lansia), kepada wartawan beberapa hari lalu, dia tinggal bersama anak cucu di kaki gunung Sago, kecamatan Situjuah Limo Nagari, kabupaten Lima Puluh Kota, dalam kondisi seadanya.
Kembali diucapkannya, dia berkata beberapa hari lalu, pak bupati Irfendi Arbi datang kegubuk yang sudah reot ini. Apa yang hendak dibilang, selain berucap terima kasih dan berdoa, agar pak bupati bersama keluarganya selalu sehat, panjang umur dan sukses.
Terharunya kami, ketika pak bupati datang itu, tidak hanya sekedar bersilaturahmi dan menghapus air mata kami, akan tetapi juga membawa sekarung beras yang langsung dipikulnya sediiri sampai ke kaki gunung Sago ini. Ternyata Allah SWT benar-benar mendengar rintihan warga miskin.
“Tak terbayang sedikitpun bagi kami, pak bupati datang melihat kami. Sebab, kami tinggal jauh dari kota, meskipun jalan sudah diaspal. Kemudian, tempat tinggal kamipun jauh dari keramaian. Mudah-mudah niat baik pak bupati kepada warga miskin, menjadi amal ibadah dalam perjalanan hidupnya, “doa Kasima.
Dalam kesempatan itu, ucapan serupa juga terlontar dari mulut lansia lainnya seperti Mainar (75) dan Siju (80) yang ikut mendapatkan bantuan beras siang itu. Keduanya, berkata malu tersipu, karena tak menyangka pak bupati mau datang menengok kami yang tinggal di kaki gunung Sago.
“Pada siang ini, kami benar-benar mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa lewat tangan dan jemari pak bupati. Ternyata kegelapan itu tidak selau kelam. Dalam berenung, tiba-tiba datang rejeki, terkejutnya kami, yang mengantar beras itu adalah pak bupati. Terima kasih kami ucapkan kepada pak bupati, “ujarnya.
Sebelumnya, bupati Irfendi Arbi, berkata, jutaan warga hidup dilereng bukit dan kaki pergunungan. Kesemuanya itu, jelas saja berpenghasilan rendah, keseharianya bekerja sebagai tani dan perkebunan yang menerima upah dari pemlik sawah.
“Ini adalah kehidupan. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kita abaikan.
Bila kita remehkan mereka, di jalan kita akan diburu bayangan. Tidur kita akan penuh igauan, dan bahasa anak-anak kita sukar kita terka. Semoga apa yang dapat kita berikan bermamfaat bagi mereka, “ujar bupati Irfendi Arbi. (ada)