BIJAK ONLINE (PAYAKUMBUH)---Kankemenag kota Payakumbuh konsultasi terkait pelayanan publik dengan Kepala Ombusdman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, Adel Wahidi yang hadir bersama Assiten Pencegahan, Yunisa Rahman dan Asisten Penyelesaian laporan, Netti, di aula Kankemenag setempat, kemaren.
Sebenarnya pada tahun 2017 dulu kami sudah berniat untuk melakukan konsultasi dengan pihak Ombudsman terkait dengan pelayanan publik yang bersih dari pungutan. Dan baru kali ini, niat tersebut dapat dikabulkan. Pada hakikatnya, kankemenag ini besar dibandingkan OPD.
“Mengelolah banyak urusan umat sejak dari yang kecil hingga besar. Namun kami di daerah hanya eselon III. Kesempatan ini kami serahkan waktu seluas-luasnya kepada ombudsman untuk memberikan materi dan pencerahan sebagai pegangan bagi kami menjalankan tupoksi," sambut Asra Faber.
Dijelaskan Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, Ombudsman berdiri atas dasar UU No. 37 tahun 2008 dan berkantor di Padang pada tahun 2012. Dalam UU tersebut, Ombudsman bertugas menerima laporan dugaan Maladaministrasi dan mencarikan jalan keluarnya.
Selain itu, ombudsman juga berkewajiban mensosialisasikan bentuk Maladministrasi. Karena Maladministrasi adalah salah satu pangkal terjadinya KKN. Ombudsman bertugas sebagai pencegah terjadinya penyimpangan dan Maladministrasi sebagaimana diatur pada UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Adapun bentuk Maladministrasi antara lain adanya kelalaian dan perbuatan pembiaran terhadap TIDAK akuntabilitasnya penggunaan dana yang berasal dari APBN dan APBD. Dibagian pendidikan yang sering mendapatkan sorotan adalah dugaan terjadi pungutan liar pada saat Penerimaan Siswa Baru. Ukur bayang-bayang dengan badan. Terima siswa sesuai kuota tersedia. Apabila dari pintu masuk sudah tidak beres administrasinya, hingga pintu keluarpun tidak akan beres, bahkan bisa berujung pada urusan hukum.
Dalam penyelenggaraan satuan pendidikan sebagaimana sudah diatur pada UU No. 20 tahun 2003 dan diperkuat dengan PP No. 48 tahun 2003 tentang pendanaan pendidikan, PP No. 17 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan, Permendiknas No. 42 tahun 2012, Permendiknas No. 75 Tahun 2017 tentang Komite.
“Agar tidak terjadi yang disebut Pungutan Liar, kami harapkan regulasi tersebut dipelajari dan dipatuhi. Sayangnya, regulasi ini hanya maksimal diterapkan pada sekolah/madrasah negeri, sementara swasta yang besar pungutannya kurang tersentuh, padahal lembaga tersebut juga terima dana pemerintah. Intinya, kita lengkapi semua administrasi dan jangan memaksakan diri," jelas Adel Wahidi.
Ditambahkannya, untuk meminimalisir terjadinya dugaan Maladnistrasi, penuhi transparansi dan akuntabilitas serta laporan secara periodik dan bisa dibaca terperinci oleh publik. Jangan sama dengan laporan keuangan mesjid yang dibuat secara global. Pungli dapat diindikasikan dengan adanya penetapan jumlah nominal dan waktu pembayaran yang ditetapkan.
Hal senada juga diutarakan Asisten Pencegahan Maladministrasi, Yunisa Rahman, ia mengatakan, dalam lembaga pelayanan publik mesti jelas komponen standar pelayanan, tersedianya maklumat pela pelayanan, jelasnya alur informasi layanan, tersedianya fasilitas layanan berkebutuhan khusus, tersedianya layanan aduan, dan tersedianya kotak indeks layanan.
“Semua komponen itu jelas terpampang, baik disatker maupun di madrasah. Kalau ada yang diragukan, silahkan akses kami atau datangi kantor kami di Padang, “ujar Yunisa Rahman. (ada)