BIJAK ONLINE (Padang Pariaman)—Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Padang Pariaman, melakukan pendampingan terhadap kasus pencabulan yang dilakukan ayah kandung terhadap anaknya sendiri hingga kondisi hamil 6 bulan. Dari laporan Pekerja Sosial LK3, korban yang masih menjadi siswa SMP, sudah digarap ayahnya sejak kelas 3 SD.  

Ketua LK3 Padang Pariaman Rahmat Tuanku Sulaiman mengungkapkan hal itu pada Case Conference (konferensi kasus), Kamis (29/12/2016) di ruang pertemuan  Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Padang Pariaman  di Pariaman. 

Case conference yang digelar berkaitan dengan pengaduan kakek korban kepada kantor Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Pariaman pada 9 Desember 2016 lalu. Kepada Peksos LK3 Padang Pariaman dan pengurus RPSA, kakek korban menceritakan kronologis kasus pencabulan.   

Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Padangpariaman Dra. Gusnawati, MM, didampigi  Kasi Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Ali Aripin, S.Sos, MM, dan unsur  terkait lainnya. Menurut Rahmat, case conference ini merupakan yang kedua kalinya diselenggarakan LK3 Padangpariaman. Kasus pencabulan ini perlu penangganan semua pihak, karena terjadi antara ayah dan anak kandung. 

“Saat ini Peksos LK3 bersama pihak terkait lainnya terus berupaya untuk mengungkap kasus ini. Peristiwa pencabulan ini terjadi di Nagari Sikucur. Peksos LK3 Fatma Yetti Kahar sudah berhasil bertemu dengan pihak keluarga di Bekasi. 

Di sana Fatma Yetti Kahar berkoordinasi dengan LK3 setempat, PKDP dan pihak lainnya untuk turut membantu pengungkapan kasus  ini. Karena sebelumnya korban diantarkan oleh ayahnya kepada pihak keluarga di Kalimantan. 

Peksos LK3 berhasil berkomunikasi dengan korban. Namun kontak selanjutnya tidak bisa dilanjutkan. Sepertinya pelaku berupaya menyembunyikan korban agar kasusnya tidak diungkap kepermukaan dan diproses secara hukum,” kata Rahmat.

Kadissosnaker Gusnawati menyatakan sangat prihatin dengan munculnya kasus-kasus pencabulan ini. Kelihatannya masalah pencabulan ini ada anggapan sepele. Tapi sesungguhnya ini masalah besar yang harus dicarikan solusinya secara bersama di tengah masyarakat. 

“Perilaku pencabulan ini sudah pasti perilaku yang tidak sesuai dengan norma adat, agama dan sosial. Mungkin perilaku pencabulan  tersebut tidak dilakukannya di daerah Padangpariaman, tapi tetap saja akan berdampak terhadap masyarakat Padangpariaman. Jika mereka kembali ke Padangpariaman, mereka sudah melakukan perbuatan pencabulan dengan segala akibatnya,” kata Gusnawati.

Dikatakan Gusnawati, kondisi Padangpariaman terlihat tenang, tapi banyak masalah sosial yang perlu disikapi bersama. Sebagai contoh ringan, saat kunjungan ke lapangan, ditanya seorang remaja apakah shalat atau tidak. Dijawab tidak. Kenapa? Ternyata sang ibunya juga tidak shalat. Begitu pula sang ayah, juga tidak shalat.  Ini pertanda lemahnya norma agama pada diri remaja tersebut.  

Dari psikolog Dian Novita Ariani, M.Si melihat ayah korban memiliki temperamen yang tidak stabil dan mudah marah. Dirinya lemah kontrol emosi dan lemah kontrol terhadap dorongan seksual. Sehingga suka marah-marah kepada isteri dan tidak merasa bersalah melakukan hubungan seksual dengan anak kandung sendiri. Temperamen yang dimiliki pelaku merupakan gangguan mental. Obat yang paling baik adalah pendekatan religius (agama). Terapi air wuduk saja bisa menurunkan temperamen. 

“Namun yang tidak kalah pentingnya adalah dampak psikologis korban. Rumit sekali penyembuhan traumatik yang dialaminya. Dampak terhadap korban adalah trauma seksual atau kecanduan seksual karena sudah berulang kali dialaminya,” kata Dian menambahkan.  (rel/amir)

google+

linkedin