BIJAK ONLINE (Padang Pariaman)--Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan (BPN) Sumatera Barat, Musriadi, mengatakan, Bupati Padang Pariaman memiliki kewenangan yang sah dan kuat secara hukum dalam mengatur peruntukan dan penggunaan tanah negara yang terletak di Tarok, Nagari Kapalo Hilalang, Kecamatan 2 X 11 Kayu Tanam, sepanjang untuk kepentingan daerah dan masyarakat.

Hal itu disampaikan, Musriadi kepada Kabag Humas dan Protokol, Kabupaten Padang Pariaman, Andri Satria Masri, yang menemuinya di ruang kerjanya di Padang Selasa, (30/05/2017). Musriadi menjelaskan tentang status tanah Tarok secara singkat dan sederhana.\, kepada Andri Satria Masri.

Menurutnya, status tanah itu sudah jelas dengan terbitnya Surat Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (SK Kepala BPN) Nomor 25-V.B-2003 tanggal 3 September 2003 tentang Penegasan Batalnya Pemberian Hak Guna Usaha Berdasarkan SK Kepala BPN Tanggal 5 Oktober 1992 Nomor 24/HGU/BPN/92 Atas Tanah Terletak Di Kabupaten Padang Pariaman.

Pada Diktum Pertama SK Kepala BPN tersebut menegaskan batalnya pemberian Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan berdasarkan SK Kepala BPN tanggal 5 Oktober 1992 nomor 24/HGU/BPN/92 kepada PT. Purna Karya atas tanah seluas 697 Ha terletak di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung (sekarang 2 x 11 Kayu Tanam) Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat kepada PT. Purna Karya dan menyatakan tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Kemudian disambung pada Diktum Kedua dengan berbunyi Terhadap tanah tersebut diserahkan sepenuhnya pada Bupati Padang Pariaman, untuk mengatur peruntukan dan penggunaan tanahnya sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah setempat dan perundangan yang berlaku.

Menyikapi pertanyaan Andri tentang bagaimana sebaiknya Bupati bersikap dengan munculnya riak-riak di tengah masyarakat Tarok yang mengklaim bahwa tanah yang direncanakan akan dijadikan kawasan pendidikan terpadu, Musriadi kembali menegaskan bahwa status tanah tersebut telah diputuskan oleh kepala BPN dengan Nomor Keputusan 25-V.B-2003.
"Bupati harus menjalankan kewenangannya sesuai keputusan yang telah dikeluarkan tesebut," kata Musriadi tegas.

Dikatakan Musriadi, bahwa dia hanya bisa berbicara sesuai data yang ada. Data tersebut yakni, Keputusan Kepala BPN nomor 25-V.B-2003."Dengan keputasan tersebut, jelas status tanah itu," katanya.

Pada kesempatan itu juga diungkapkan Musriadi, bahwa tanah ulayat dan tanah negara jauh berbeda. "Status sebuah Tanah Ulayat diatur melalui  Perda Provinsi Sumbar nomor 6 tahun 2008 sedangkan tanah Negara diatur pada PP nomor 24 tahun 2007," jelasnya.

Berbicara tetang tanah Negara yang telah diserahkan sepenuhnya pada Pemerintah Daerah, Bupati memiliki kewenangan penuh pengelolaanya untuk kepentingan umum. Seperti untuk pembangunan perkantoran, sarana pendidikan, kantor diklat atau kepentingan umumnya. Tentunya hal tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah bersangkutan.

"Kalau tanah ini diperuntukan untuk perorangan, seperti untuk anak Bupati, kerabat dekat atau tokoh masyarakat lainya, ini baru melanggar dari ketentuan," kata Musriadi.

Musriadi menjelaskan, kalau lokasi tanah negara tersebut telah dipetakan penggunaannya untuk kepentingan umum, maka institusi yang akan membangun pada daerah tersebut telah bisa mengajukan penerbitan sertifikatnya. Tentunya pengajuan tersebut harus sesuai peraturan yang berlaku.

Tahapan pengajuan sertifikat tersebut dimulai dengan pengajuan Alas Hak oleh instansi bersangkutan dan kemudian diteruskan pada BPN. Selanjutkan BPN akan memproses untuk penerbitan sertifikat.
Menurut Musriadi, sertifikat sebuah tanah negara memiliki dua status, yakni, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. "Hak Pakai merupakan, hak yang diberikan pada instansi pemerintah yang dipergunakan untuk kepentingan instansi tersebut," terangnya menutup pembicaraan. (rel/amir)

google+

linkedin