Masalah ASN berpolitik praktis ini, sudah ada UU pemilihan umum yang mengatur;"ASN yang ikut menjadi tim sukses akan di jerat sanksi penjara 6 bulan dan uang senilai Rp 5.000.000."
Alasannya, agar pilkada jangan sampai membuat ASN menjadi terpecah belah dan membuat kelompok-kelompok. Maksudnya, posisi ASN dalam undang-undang sudah sangat jelas, yakni mengambil posisi netral.
Sebagai warga negara, ASN juga memiliki hak demokrasi untuk memilih siapa yang berhak menjadi pemimpin. Namun, secara spesifik setiap ASN dibatasi untuk terlibat secara langsung dalam memenangkan calon tertentu. Jadi jika ada indikasi keterlibatan ASN, oknum tersebut akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN yaitu PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik akan dijatuhi hukuman berupa diberhentikan dengan tidak hormat.
Sebagai ASN, suka atau suka, seorang ASN harus taat dan patuh kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparat Sipil Negara. Jadi di dalam Pasal 11 sudah dengan jelas dan tegas diterangkan;"ASN bertugas melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Jadi seorang ASN haruslah memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun kewajiban ASN, sesuai pasal 23, setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang, serta mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan, melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab, menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
Jadi, seorang pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunannasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yangprofesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktikkorupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kemudian Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah diberikan tanggung jawab sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, ASN harus memahami tugas pokok fungsi (tupoksi) masing-masing. Sehingga, ASN bisa bekerja memenuhi kewajibannya dengan efektif.
Maksudnya, ASN jangan sampai bekerja tanpa memperhatikan aturan yang berlaku. Serta harus bertanggungjawab terhadap tugas masing-masing. Kenapa? Karena tugas dan kewajiban semua ASN sudah ditetapkan sesuai bidang masing-masing.
Kemudian, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Sumarsono sudah dengan jelas dan tegas menyatakan, pengawasan terkait netralitas aparatur sipil negara ( ASN) pada Pilkada 2018 semakin diperketat. Maksudnya, proses pemberian sanksi terhadap ASN yang terbukti tidak netral dipersingkat. Selain itu ASN yang bersangkutan juga akan langsung diberhentikan sementara.
Jadi prosesnya dipersingkat untuk Pilkada. Kalau ditengarai ada pelanggaran, Bawaslu berkoordinasi dengan KASN, Kemenpan RB dan Kemendagri untuk selanjutnya ASN bersangkutan akan diberhentikan sementara.
Proses pemberian sanksi terkait pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2018 berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Maksud dalam PP tersebut, seorang ASN yang diduga melakukan pelanggaran lebih dulu dipanggil secara tertulis oleh pejabat yang berwenang untuk pemeriksaan. Apabila pemanggilan tersebut tidak dipenuhi akan dilakukan pemanggilan kedua. Apabila pada tanggal pemeriksaan kedua ASN yang bersangkutan tidak hadir juga, maka pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin berdasarkan alat bukti dan keterangan yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.
Sementara, berdasarkan imbauan Menteri Dalam Negeri terkait penyelenggaraan Pilkada serentak 2018, proses tersebut dipersingkat. ASN akan langsung diberhentikan sementara setelah sidang selesai digelar. Maksudnya, prosesnya tidak panjang seperti PP Nomor 53 tahun 2010. Lisan dulu, tertulis dua kali, ya kepanjangan. Jika ASN terbukti melanggar netralitas, sidang selesai, kemudian diberhentikan sementara.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Bawaslu memiliki kewenangan untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran netralitas oleh ASN kepada Komisi Aparatur Sipil Negara, Kemenpan RB dan Kemendagri. Kalau sebelumnya, posisi Bawaslu dan Panwaslu agak seperti macan ompong, bisa mengawasi tapi tidak punya taring. Sekarang melalui UU No. 10 tahun 2016 sudah diberi taring. Dan dalam konteks ASN bisa, memberikan informasi kepada pejabat yang berwenang untuk memberikan sanksi bagi mereka yang terlibat (melanggar netraliras).
Kini mumpung dalam tahap kampanye Pilwako Padang dan beberapa daerah lain di Sumatera Barat, sebaiknya ASN tak terlibat politik paktis. Jika ada menemukan ASN ikut berpolitik praktis, bisa melaporkannya ke Bawaslu dan Panwaslu. Mari kita kawal bersama. (penulis wartawan tabloidbijak.com)