MURCIKARI, germo, atau lelaki hidung belang adalah orang yang berperan sebagai pengasuh, perantara, atau pemilik pekerja seks komersial. Kemudian, Pekerja Seks Komersil (PSK) bisa saja tidak tinggal bersama dengan muncikari atau sang germo tersebut, namun semua lonte tersebut selalu rutin berhubungan dengannya, sebagai perantara untuk urusan esek-esek.

Semua orang tahu, kalau sang ketua tersebut mantan germo, alias tukang lindungi para lonte atau penjaja sek haram, baik dari kejahatan hidung belang, maupun dari pihak keamanan, termasuk aparat pol PP. 

Tapi hebatnya, latar belakang orangtuanya, pendidikannya, tak membuat dirinya putus asa dan ternyata bisa juga mendapatkan gelar sarjana, meskipun dari perguruan tinggi swasta yang tanpa mengikuti mata kuliah secara rutin, masih bisa juga mendapatkan gelar sarjana. Jadi, wajar saja kalau sang ketua itu tidak berperan dari keserjanaannya dan bahkan jauh melenceng dari gelar sarjana yang disandangnya.

Jika dilihat dari rekam jejaknya, sang ketua itu memang tak bermoral dan berperasaan. Jadi wajar saja jika prilakunya bagaikan anjing kurap atau iblis bertopeng manusia. Bagi dirinya, yang penting dapat jabatan dengan berbagai cara. Halal dan haram sama saja. 

Jika ditilik dari ilmu psikologis, memang wajar saja sang ketua itu berprilaku bagaikan setan alas tersebut. Kenapa? Karena dari kecil sudah ditinggal orang tua laki-lakinya dan sebagai anak laki-laki, sang ketua ini memang telah menjalani kehidupan, mulai dari tangkang angkat, penjaja kue keliling kampung dan tukang pakang, sampai jadi germo disalah satu kafe.

Kini, berkat kelihaiannya menjilat dan membukuk-bukuk setiap bersalam dengan pejabat, ya wajar sajalan kalau dirinya dipercaya jadi ketua. Namun sangat disayangkan, setelah jadi ketua, kesombongannya muncul dan penampilannya, sudah bagaikan pejabat hebat, yang melebehi gubernur atau kapolda. Bahkan di kantornya ada pula CCTV, untuk melihat siapa orang yang akan berkunjung padanya. Padahal sebelumnya, tak ada CCTV tersebut. 

Selain itu, sang ketua ini juga menyiapkan pintu khusus, untuk keluar dari ruangannya jika ada seseorang ingin menagih janji-janji saat dirinya belum menjadi ketua. Soalnya, sang ketua ini, selalu jadi incaran, kawan-kawannya dulu, yang waktu dirinya masih jadi kuli tukang angkek atau germo.. Dia jadi incaran karena unag organisasi ditilepnya untuk kepentingan pribadi, sehingga bisa beli mobil.

Sayangnya, setelah dirinya jadi ketua, banyak pakar-pakar perguruan tinggi yang meragukan kemampuannya untuk mempertahankan reputasi Sumatera Barat dikancah nasional. Kenapa? Selain dirinya tak begitu mengerti masalah yang diurusnya, juga berprilaku sok hebat dan pintar. Akibatnya, banyak pakar-pakat tersebut tersenyum dan mencibir dibelakang sang ketua ini, termasuk orang yang pernah membantu dan membesarkannya. 

Lantas timbul pertanyaan, sampai kapankah sang ketua ini bertahan?. Kini, apakah sang ketua ini omongan masih didengar gubernur? atau orang-orang yang diajaknya untuk bergabung mengurus pekerjaan yang menjadi tanggungawabnya, masih setia pula bagaikan anjing herder. Mari kta tunggu saja berita dari arena. (penulis wartawan tabloidbijak.com)  

google+

linkedin