BIJAK ONLINE (Padang)---Pernyataan salah seorang ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Retno Listyarti, yang mengatakan kebanyakan kasus kekerasan seksual oleh oknum guru dilakukan oleh guru Olahraga dan menyulut kontroversi di media nasional, merupakan pernyataan yang perlu diklarifikasi secara serius. Ditinjau dari prinsip dasar jurnalistik, pemberitaan tersebut tidak mempertimbangkan asas cover both sides, yaitu keberimbangan pemberitaan dari sedikitnya kedua pihak yang merupakan sumber informasi.

Ketua Ikatan Sarjana Olahraga Indonesia (ISORI), Prof. Dr. Syahrial Bakhtiar, M.Pd, mengatakan, KPAI harus memberikan informasi yang akurat berkenaan kasus kekerasan seksual yang kini marak terjadi. Jika dibaca seksama, maka pemberitaan mengenai kekerasan seksual di sekolah menengah, yaitu SMP dan SMA sesungguhnya tidak fokus pada mata pelajaran tertentu, melainkan disebutkan ada tiga bidang studi yang gurunya terlibat kekerasan seksual, yaitu Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, dan Olahraga. 

“Sebagai pejabat publik dari lembaga bentukan pemerintah mestinya Komisioner KPAI menyebarkan opini berdasarkan data yang benar dan akurat, mengingat masyarakat perlu informasi positif, bukan informasi hoax, dan ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam agenda perang terhadap berita bohong. Lebih jauh, kita semua butuh langkah konkrit berbasis data yang tidak menyesatkan agar permasalahan ini tidak semakin melebar” demikian ungkap ketua ISORI yang merupakan Guru Besar Ilmu Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Padang.

Dikatakan Syahrial, permasalahan kekerasan seksual adalah kasus nasional yang menyasar berbagai lini, tidak hanya pendidikan. Dibutuhkan gerakan bersama agar proses pembelajaran di sekolah tidak lagi terganggu oleh kasus kriminal termasuk kekerasan seksual. “Kasus kekerasan seksual didorong oleh rendahnya keimanan dan kurangnya kontrol diri dan kontrol sosial-lingkungan. Setiap orang, walaupun ia seorang pendidik, berpotensi mengalami hal serupa. Tidak etis tindak kriminal seseorang kemudian dikaitkan dengan profesinya, karena tindakan yang ia lakukan bukanlah tindakan institusional, melainkan individual.”

Mengenai tindak lanjut yang akan dilakukan, Syahrial menjawab, ISORI mengirim surat resmi ke KPAI Pusat untuk meminta penjelasan detail mengenai tindak kekerasan seksual di sekolah yang dilakukan oleh Guru dari semua bidang studi, sehingga didapat gambaran konkrit mengenai  guru dari bidang studi apa yang sebenarnya paling bermasalah secara kepribadian sehingga menyebabkan timbulnya tindakan kekerasan seksual di sekolah. “Mari kita sama-sama buka data setransparan mungkin, karena keterbukaan informasi itu sudah diatur secara formal melalui UU No. 14 tahun 2008, ” demikian Syahrial.  

Dijelaskan lagi oleh Syahrial yang adalah juga Wakil Rektor IV Universitas Negeri Padang, “Jika memang Guru Olahraga mendominasi kasus kekerasan seksual di sekolah, maka kita juga sudah punya mekanisme yang tersistem di ISORI untuk menindaklanjutinya.”. 

Sementara itu, Komisioner Komisi Informasi Sumatera Barat, Yurnaldi, ikut bicara, “Data yang akurat dan transparansi harus dijadikan sumber utama di saat pejabat publik berbicara di depan umum. Jika KPAI tidak bicara berbasis data, apalagi menyebar data bohong, maka bisa digugat publik sesuai UU dan pasal Pidana pada UU Keterbukaan Informasi Publik karena menyebarkan data bohong, terutama Pasal 54, yang selengkapnya berbunyi; Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan (informasi tidak benar) sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),” demikian Yurnaldi, yang pada HPN 2018 meluncurkan buku Kritik Presiden dan Jurnalisme Hoaks. (*)

google+

linkedin