DISKUSI atau ciloteh komunitas WhastApp (WA) Top 100 yang bertajuk membahas Recana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Sumatera Barat, di Istana Gubernur Sumbar, Senin, 28 Maret 2016, sangat menarik juga untuk dikaji dan dipergunjingkan. Kenapa? Karena dialog tersebut dihadiri para profesor, doktor dan pemimpin redaksi harian, seperti Harian Singgalang, Khairul Jasmi dan pimred Harian Padang Ekpres, Nasrian dan gubenur Irwan Prayitno dan wakil gubernur, Nasrul Abit, serta praktisi lainnya.
Tapi sangat disayangkan, dari beberapa pembicara, tak satu pun yang membahas masalah banjir secara serius dan memberikan solusinya. Padahal, masalah banjir semua yang hadir tahu dan mengerti kalau banjir sangat berdampak kepada kehidupan masyarakat, khususnya petani. Bahkan, di komunitasnya WhastApp TOP 100, ada anggota grup yang "batangka" alias basitegangg atau meributkan masalah banjir dengan menyalahkan berbagai pihak dengan berbagai dalih dan tiori.
Secara tioritis, banjir memang selain memberikan manfaat bagi petani, juga menjadi petaka dan kesensaraan. Begitu banyak contoh dan tragedi tentang dampak dari banjir yang merugikan ribuan petani di Sumatera Barat. Salah satu contohnya, jebolnya tanggul di Sungai Batang Penambam di Kabupaten Pesisir Selatan, 8 Februari 2016 lalu, yang merusak sekitar 6.000 hektare lahan pertanian sebagaimana dilansir, Harian Padang Ekpres dan Harian Singgalang.
Kemudian dari kedua pemberitaan harian tersebut, dijelaskan dampak banjir yang merusak sekitar lebih kurang 180 hektare lahan sawah, 250 hektare lahan jagung petani yang akan panen, jadi gagal panen. Yang ironisnya lagi, sekitar 1.250 hektare lahan jagung yang baru tumbuh tersebut, juga hancur akibat banjir.
Diakui, upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi masalah banjir yang telah dilaksanakan, masih perlu dikembangkan dan disempurnakan baik menyangkut upaya fisik (struktur) maupun upaya nonfisik (nonstruktur). Penyempurnaan terhadap upaya struktur yang telah ada antara lain untuk mengantisipasi kejadian banjir yang lebih besar dari debit banjir rencana yang dikendalikan.
Sebagaimana diketahui, jumlah irigasi di Sumbar mencapai 3.888 daerah irigasi (404.807 Ha) yang terdiri dari 16 daerah irigasi yang menjadi kewenangan pusat dengan total areal 99.447 hektare, 65 daerah irigasi kewenangan provinsi dengan total areal 65.373 hektare dan sebanyak 3.807 daerah irigasi kewenangan kabupaten dan kota dengan total 240.166 hektare.
Khusus jaringan irigasi yang menjadi kewenangan pemerintah Provinsi Sumatera Barat, diharapkan juga anggota komunitas TOP 100 memberikan saran, agar pemerintah lebih serius untuk mengatasi masalah banjir, secara terprogram, terencana dan berkelanjutan. Kenapa? Karena banjir merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani.
Kata kuncinya, pemerintah harus memperbaiki jaringan irigasi, serta mengendalikan dampak bencana banjir, jika ingin meningkatan ketahanan pangan dan melindungi lahan pertanian pangan secara berkelanjutan. Tujuannya tentu untuk mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan, serta penyediaan lapangan kerja. (Penulis waratwan tabloid bijak dan padangpos.com, serta Sekum Serikat Tani Islam Indonesia Sumbar)