BIJAK ONLINE (Padang)-Setelah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Dinas PU&PR) Kabupaten Dharmasraya, bermasalah, kinigiliran  Dinas PU&PR Kota Padang yang diterpa kabar beraroma korupsi. Kenapa? Karena, panitia lelang di instansi yang dipimpin Fatriarman Noer itu memenangkan rekanan yang penawarannya jauh lebih tinggi Rp 1,3 miliar. Sementara, 17 penawar terendah lainnya digagalkan hanya karena syarat administrasi yang tak sesuai "selera" panitia lelang.

Lelang proyek penggantian jembatan Kampung Baru Nan XX dengan pagu dana Rp9,5 miliar sedang berproses di Dinas PU&PR Kota Padang, Provinsi Sumbar. Lelang proyek APBD 2017 dengan sistem elektronik itu dimenangkan PT Adipati Karya Pastika penawar tertinggi urutan 18 dengan tawaran Rp8,8 miliar. 17 rekanan penawar terendah gugur karena syarat administrasinya yang tidak sesuai dengan "selera" panitia lelang.  Padahal, tawaran 10 dari 17 penawar terendah itu tawarannya lebih rendah Rp700 juta sampai Rp1,3 miliar dari tawaran PT Adipati Karya Pastika sang pemenang lelang.

Syarat administrasi yang menggugurkan 17 rekanan penawar terendah tersebut adalah surat kerja sama operasi (KSO) dengan prosuden baja rangka jembatan, dan metoda pelaksanaan proyek. Dua syarat ini dinilai banyak rekanan sengaja "mainkan" untuk meloloskan rekanan jagoan sang kepala dinas. Karena, pada prinsipnya syarat yang diminta panitia lelang tersebut sudah dipenuhi rekanan peserta lelang.

Soal surat KSO, produsen baja rangka jembatan tidak mau membuat surat kerja sama operasi seperti yang disyaratkan panitia lelang. Produsen tersebut hanya mau memberi surat dukungan dan perjanjian siap bekerja sama dengan peserta lelang untuk pengerjaan proyek jembatan rangka baja tersebut. Dan, selama ini hanya seperti itu syarat administrasi yang diminta panitia lelang.

Sedangkan soal metoda kerja, rekanan punya metoda/cara kerja masing-masing sesuai dengan teknik dan pengalamannya. Lagi pula metoda kerja tidak bisa disamakan seperti yang dimau panitia lelang, karena teknik dan pengalaman rekanan berbeda-beda. Yang penting itu adalah, ujung dari metoda kerja tersebut bisa menyelesaikan pengerjaan pembangunan jembatan sesuai dengan bestek atau spesifikasi proyek.

"Ini sangat naif...," sebut seorang rekanan. "Masa hanya karena syarat administrasi yang tidak begitu penting, negara harus menanggung kemahalan harga pekerjaan sampai Rp1,3 miliar?," tanyanya kesal. "Padalah substansi dari syarat administrasi surat KSO dan metoda kerja yang kami berikan sama dengan yang diminta panitia lelang," tegasnya. "Ini diduga sengaja dibuat untuk memenangkan rekanan jagoan kepala dinas," tutupnya.

Beberapa rekanan lain berharap pihak kepolisian atau kejaksaan proaktif mengusut persoalan yang diduga sarat praktek KKN tersebut. "Jangan karena syarat yang tak penting itu, pelaksanaan pembangunan jadi tidak efisien, dan bisa merugikan negara sampai Rp1,3 miliar," ujar seorang peserta lelang. "Silahkan ditelusuri rekam jejak 10 dari 17 rekanan penawar terendah tersebut, semuanya sudah berpengalaman dalam pembangunan jembatan, dan sering memenangkan lelang dengan administrasi yang sama," tegasnya.

Menanggapi persoalan ini, Kepala Dinas PU&PR Kota Padang Fatriarman Noer yang dihubungi via pesan WA, Sabtu (25/3) tak banyak komentar. "Kalau masalah lelang silahkan ditanyakan ke ULP Pak. Bukan kewenangan Dinas untuk menjelaskannya. Demikian Pak," tulis Fatriarman Noer menjawab tabloidbijak.com. " Silahkan datang ke kantornya Pak, di Balaikota," tambahnya ketika diminta nomor kontak pihak Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang dimaksud. NY

google+

linkedin