BIJAK ONLINE (Lima Puluh Kota)-Elmiwati (55 th), oknum guru SD Negeri No. 2 Nagari Sungai Naniang, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puuh Kota  bersama adiknya Izen Dt Ijau (41 tahun) dilaporkan ke Polsek, dan Dinas Kehutanan karena melakukan pembalakan liar dan penyerobotan tanah ulayat Suku Pitopang di Jorong Luak Begak, Nagari Talang Anau, Kec. Gunuang Omeh, 50 Kota. 

Akibat hutan yang menjadi wilayah tangkapan air (catching area) seluas lebih kurang 1,5 hektare  dibabat maka warga Jorong Luak Begak mengalami kesulitan air bersih untuk MCK dan air untuk pengairan sawah sekitar 60 hektare.

Syafnijal Datuk Sinaro, penghulu Suku Pitopang, Jorong Luak Begak yang dihubungi Tabloid Bijak, Senin (25/09/2017) mengatakan, pembalakan liar dan penyerobotan tanah ulayat persukuan Pitopang tersebut dilakukan Datuk Ijau atas dorongan kakaknya (Elmiwati-red) sejak pertengahan tahun lalu. Ratusan pohon kayu yang sudah berumur puluhan tahun, bahkan ratusan tahun ditebang menggunakan mesin chainsaw. 

“Kasusnya sudah kami laporkan ke Polsek Suliki dengan nomor laporan: LP/K/84/IX/2016/Sektor Suliki tanggal 10 September 2016. Namun karena pihak kepolisian menilai laporan ini merupakan kasus tanah adat maka dilakukan upaya perdamainan, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya Polsek Suliki melimpahkan kasusnya ke LKAM Kabupaten Lima Puluh Kota,” ujar Datuk yang saat ini berdomisili di Lampung.

Datuk yang juga Ketua Bidang Infokom Keluarga Besar Sumatera Barat (KBSB) Provinsi Lampung itu melanjutkan, dalam waktu dekat kasusnya akan diproses oleh Pengurus LKAM. Selain itu pihaknya juga sudah mengadukan kasus pembalakan liar (illegal loging) tersebut ke Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera melalui Pemkab 50 Kota, baru-baru ini.

“Tanah tersebut benar-benar merupakan tanah ulayat pesukuan  kami sejak generasi pertama nenek moyang kami bermukim di wilayah ini yang diperkirakan sejak tahun 1536 Masehi dan berada di sekitar pemukiman anak kemenakan kami. Sementara tanah ulayat pesukuan Koto dengan penghulu Datuk Ijau itu berada di Nagari Sungai Naniang yang berjarak sekitar 8 km dari kampung kami,” ungkap Datuk yang sehari-hari Pengurus PWI Provinsi Lampung.

Namun dampak dari perbuatan penghulu suku Koto tersebut warga Jorong Luak Begak kena getahnya. Karena hutan tanah ulayat suku Pitopang yang menjadi sumber air bersih warga tersebut sudah dirambah maka warga kesulitan air bersih sejak kemarau bulan Mei silam. Sebab berjarak sekitar 50 meter dari areal hutan yang dirambah tersebut sudah dibangun bak penampungan air dengan dana PNPM Pedesaan tahun 2011 silam. 

Menurut Zulfahmi Dt Bandaro, tokoh masyarakat Luak Begak, kini bak penampungan air bersih tersebut kering kerontang. “Kami bersama warga lainnya terpaksa membuat kubangan di tengah sawah lurah yang masih ada mata airnya untuk memenuhi kebutuhan MCK selama musim kemarau ini,” aku Dt Bandaro.

Ditambahkan Dt Bandaro, pihaknya bersama warga terdampak juga sudah melaporkan pembalakan liar ini ke Dinas Kehutanan, baru-baru ini. Namun hingga kini belum ada respon dari pihak dinas. “Kami minta kasus ini diproses karena selain merugikan pesukuan Pitopang karena tanah ulayatnya diserobot, juga warga lainnya yang menjadikan hutan ini sebagai sumber air bersih,” harap Datuk Bandaro yang juga Ketua LKAM Nagari Talang Anau tersebut.

Selain itu, lanjut Dt Bandaro, hutan ‘kapalo bonda’ ini juga menjadi sember air untuk mengairi sekitar 60 ha areal persawahan warga Luak Begak. Karena kayu-kayu hutannya sudah ditebangi maka hampir dipastikan puluhan ha areal persawahan tersebut akan kesulitan air. 

Sementara  Elmiwati (55), oknum guru SD Negeri Nomor 2 tersebut belum berhasil dikonfirmasi, sampai berita ini diturunkan.Handphone yang bersangkutan tidak aktif.  (prb) 

google+

linkedin