SAMPAI KINI, keturunan rajo yang beristana di Lubuk Tarok Kabupaten Sijunjung dan beberapa nagari di Kabupaten Solok Selatan dan Dharmasraya  masih melakukan perjalanan rantau dalam  wilayah sepanjang adat dan budaya, yang dijalankan satu kali dua tahun. 

Perjalanan rantau merupakan adat atau budaya yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh rajo kerajaan Jambu Lipo  yang pertama bernama Dungku Dangaka pada abad ke-10. Kemudian, Kerajaan Jambu Lipo merupakan salah satu cabang Kerajaan Pagaruyung dengan Rajo Tigo Selo.

Kini, keturunan Tigo Rajo Selo itu, yang pertama Firman Bagindo Tan Ameh yang didaulat dipertuan Rajo Alam Jambu Lipo. Yang kedua, Sulthani Bagindo Maha Rajo Indo daulat yang dipertuan, Rajo Ibadah Jambu Lipo. Yang ketiga, Amran Bagindo Tan Putiah, daulat yang dipertuan Rajo Adat Jambu Lipo.

Sedangkan yang menjalani perjalanan rantau itu adalah Rajo Ibadat, yakni  Sulthani Bagindo Maha Rajo Indo, bersama perangkatnya, Afrinal Datuk Bandaro Sakti, Tarmizi Ampang Limo Rajo, yang diwakili oleh adik sepupunya,  Yulihardi yang bergelar Malin Pandekar.

Adapun jalan yang ditempuh dalan perjalanan rantau Rajo Ibadah dimulai dari istana  Lubuk Tarok , Kampung Dalam, Bulu Kasok di  Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan ke Nagari Sibakur, Langki, di Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung.

Kemudian, perjalanan rantau dilanjutkan ke Nagari Sirao, Lubuk Karak, Silago, Banai, Padang lalang, Lubuk Labu, Bukit Durian Kubangan, Ampang Kuranji, Durian SImpai dan Koto Baru di Kecamatan IX Koto, Kabupaten Dharmasraya. 

Sedangkan yang menuju ke Solok Selatan, menjajaki Nagari Batu Gajah, Tanah Galo, Muaro Sangir, Gasing dan Tarantam di Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan.

Perjalanan rantau ini telah dimulai, Kamis, 20 Agustus 2015 dari Lubuk Tarok Istana Rajo. Perjalanan rantau ini, diperkirakan menghabiskan waktu sekitar satu bulan.

Yang hebatnya, perjalanan rantau Rajo Jambu Lipo ini, disetiap persinggahan dinanti oleh ninik mamak nagari yang dikunjungi. Kemudian perjalanan rajo Jambu Liupo bertemu dan berdialog dengan Urang Gadang Sorang Sa Koto. Maksudnya, menemui ninik mamak yang paling berpengaruh di walayah dikunjungi, bersama ninik mamak jo ka kamanakannyo. Contoh, di Lubuk Karak menemui Datuk Bagindo Tan Tuah yang nama aslinya, Yusradi Ssos.

Tujuan perjalanan Rajo Jambu Lipo, selain meningkatkan hubungan silaturrahmi, sekaligus maantakan Sitawa jo si DIngin untuk cucu jo kamanakan yang ado di rantau. Acara ini, merupakan titah dari apa yang telah dibuat nenek moyang terdahulu. Pertemuan di setiap nagari yang dikunjungi, dilakukan di rumah gadang kaum. 

Adapun prosesi acara di rumah gadang, disetiap nagari yang disigahi selalu menanyokan  yang bersangkutan dengan adat dan budaya. Itu temasuk salah satu yang dimaksud dengan si TAWA dan si DINGiN, disamping tawa nan ampek.

Selanjutnya, ada acara kesenian tradisional yang dipergakan oleh nagari yang dikunjungi, seperti randai, silat dan tari piring, salung dan rabab.

Yang menariknya, setiap pertemuan dilanjutkan dengan dialog yang selalu memakai petatah dan petitih yang sesuai dengan adat dan buadaya nagari yang dikunjungi.

Jika di nagari yang dikunjungi ada kegiatan Bakau atau tagak gala, maka seluruh ninik dan datuk dan raja akan memakai pakaian adat kebesaran mereka.

Kemudian, setiap rajo menjalani rantau selalu membawa pusaka berbentuk Sokin (pisa mata sebelah) yang diberinama Sokin Sokadaguak.  Siapa saja yang memegang Sokin Sokadaguak adalah Datuak Bandaro Sakti. (Penulis adalah wartawan Tabloid Bijak dan Padang Pos.Com)

google+

linkedin