SECARA pribadi, saya bangga punya teman Rhian D'Kincai yang telah malang  malang melintang di dunia sastra dan jurnalis. Bahkan, kalau ada seniman dan wartawan yang tak kenal atau tak tahu dengan pria berambut perak gondrong ini, bisa jadi baru jadi seniman dan wartawan. Atau bisa juga dikatakan, seniman abal-abal atau  wartawan abal-abal. Kenapa? Karena Rhian D'Kincai punya peranan besar bagi industri musik Minang era-1990-an, sewaktu menjadi wartawan di Harian Semangat Padang. 

Sebagai wartawan yang berlatar belakang seniman dan sastrawan, boleh dikatakan Rhian D'Kincailah yang mempopulerkan, penyanyi legendaris Zalmon, Anroy's, Dessy Santhia, Rosnida dan Nedi Gampo. Begitu juga dengan pencipta lagu Agus Taher, dan produser rekaman Ferry Zein. 

Jadi, kehebatan Rhian D'Kincai tak hanya menulis berita, karena sarjana S1 Bahasa dan sastra, tapi juga pencipta lagu Minang dan puisi. Untuk diketahui, lagu ciptaan Rhian D'Kincai pernah direkam oleh Bimbo 1973, May Sumarnak 1974, dan Etty Koes Endang, 1978. Bahkan, lagu Rhian D'Kincai berjudul Ranah Pasisie dipopulerkan, penyanyi legendari, Zalmon,  yang direkan di Pitunang Record dan Pasan Alang Babega dilantunkanAnroy's dan Laruik ditembangkan Dessy Santhia. Jadi kehebatan Rhian D'Kincau di dunia musik dan sastra tak perlu diragukan lagi. Pokoknya hebat deh.

Tapi khusus tulisan Rhian D'Kincai di rubrik beranda Mingguan Editor media cetak miliknya yang disharenya di media sosial face book, Jumat, 27 Januari, 2017 ada beberapa catatan yang akan saya cikaraui atau saya kritisi.  

Sebagai sastrawan, Rhian D'Kincai memperlihatkan kehebatannya pula berpetatah dan berpetitih dengan untai kata;" Sakali aia gadang, sakali tapian barubah, Sakali gadang batuka, sakali caro baganti." (sekali air besar, sekali tepian berubah, sekali pimpinan berganti, sekali sistem berganti).

Kemudian Rhian D'Kincai menegaskan, kalau tak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri. Namun, katanya,  perubahan itu saja bisa saja menju ke arah yang lebih baik atau sebaliknya menjadi lebih buruk.

Inti dari tulisan Rhian D'Kincai yang selalu saya panggil sanak ini, mengkritisi perubahan jabatan di seluruh daerah se-Sumatera Barat yang dilakukan oleh kepala daerah, apa itu bupati, walikota dan gubernur. Bahkan, sangking seriusnya Rhian D'Kincai menuduh para kepala daerah yang melakukan pergantian jabatan di jajaran SOPD, lebih mengutamakan syahwat kekuasaan  yang tak terkendali, sehingga, katanya  mengabaikan azas profesional terhadap pejabat yang diganti dan dilantik. 

Menurut Rhian D'Kincai,  Amanah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 Perangkat Daerah, telah dijadikan oleh sebagian besar kepala daerah pemenang  Pilkada untuk melampiaskan syahwat kekuasaannya, terutama para incumbent yang berhasil mempertahankan jabatannya.

Selanjutnya, Rhian D'Kincai menuduh partai dan pribadi pemenang Pemilu dan Pilkada pada umumnya merasa besar sendiri dan cenderung mengabaikan kelompok yang kalah.  Faktanya, kata Rhian D'Kincai, tak sedikit para pejabat potensial dan profesional dibidangnya yang tersingkir karena dinilai tidak mendukung kepala daerah terpilih pada saat Pilkada berlangsung. Jabatan-jabatan strategis sudah dipastikan dipegang oleh orang “dekat” kepala daerah meski dia tak kredibel untuk jabatan tersebut, walaupun secara administratif dia punya syarat untuk itu.

Yang menariknya lagi, Rhian D'Kincai menuduh pula kepala daerah tersebut tidak mempertimbangkan, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja tampaknya tak menjadi pertimbangan utama bagi kepala daerah di Sumbar dalam memilih dan menentukan pejabat lembaga tertentu. 

Tuduhan Rhian D'Kincai berikutnya;"Azas like and dislike telah mengalahkan azas profesionalisme dan itulah kenyataan yang terjadi."

Kemudian, Rhian D'Kincai mengutip komentar pengacara kondang dan vokal Rahmat Wartira;"Pemilihan pejabat di Sumbar saat ini bak pepatah Minang — kampia alah sudah, pandan bisuak baru kadicari — yang sangat memiriskan."

Dipikiran Rhian D'Kincai, syahwat kekuasaan kepala daerah di Sumbar, terkesan tidak manusiawi dan telah membunuh karakter serta karier orang-orang profesional dibidangnya, lumer karena budaya like and dislike dan azas balas budi. 

Khusus tuduhan atau praduga Rhian D'Kincai kepada Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, sangat, sangat  tidak beralasan. Kenapa? Karena dalam tulisan Rhian D'Kincai hanya tuduhan tanpa fakta pendukung. 

Seharusnya, jika Rhian D'Kincai mau mengkritisi kebijakan Gubernur Sumbar, dalam pergantian pejabat, mbok ya sebutkan satu atau beberapa pejabat yang diganti gubenrur berdasarkan like and dsilike dan mengabaikan azas profesional tersebut.

Kata pelampiasan syahwat kekuasaan yang dituduhkan kepada kepala daerah, hanya memperlihatkan emosi yang lahir dari ilusi. Saya rasa opini Rhian D'Kincai tentang pelampisan syahwat ini, lebih melihat kepada lima kepala SKPD yang bermasalah yang dicabuik tali aki eeee dek gubenur. Tapi, Rhian D'Kincai saya rasa tidak tahu kondisi yang sebenarnya, kenapa gubenur mencabuik tali kelima pejabat ini ?.  

Tuduhan saya ini, karena Rhian D'Kincai tidak ada melakukan dialog dengan gubernur tentang pencopotan kelima pejabat tersebut. Kemudian tak ada pula penjelasan dari gubernur yang dilansir media tentang alasan gubenur tetang pencopotan jabatan kelima pejabat tersebut.

Jadi kesimpulan saya, Rhian D'Kincai beropini dalam tulisannya berjudul:;"Menyoal Penggantian Pejabat di Sumbar" ini, lebih berdasarkan pada ilusi dan mimpi. He he he he(Penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com). 

google+

linkedin