BIJAK ONLINE (Padang)-Komandan Komando Pasukan Khusus Masyarakat Pancasilan Indonesia (Kopasus MPI) Sumatera Barat, Gazali Harun menegaskan, pentingnya para kader untuk selalu setia, serta  menjaga Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara Republik Indonesia dan siap "berperang" serta mewaspadai gerakan PKI. 

"Kita sebagai komponen bangsa yang setia kepada Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, haruslah senantiasa waspada terhadap bahaya laten komunis yang dimotori oleh Partai Komunis Indonesia," kata Gazali Harun ketika dihubungi Tabloid Bijak, Senen, 13 Februari 2017.

Pancasila, kata Gazali  harus dijaga untuk mewujudkan cita-cita bangsa untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.  "Saya yakin kader MPI dan anak bangsa yang anti PKI lainnya masih peduli dan setia pada Pancasila. Makanya Pancasila harus kita jaga untuk mewujudkan cita-cita bangsa menciptakan masyarakat adil dan makmur," tegasnya.

Kemudian, kata Gazali, ada beberapa kegiatan orang-orang mantan PKI serta anak-anak biologis dan ideologisnya yang secara kelembagaan perlu diwaspadai. "Kegiatan PKI itu secara garis besar bisa dikelompokkan ke dalam empat persoalan," katanya.

Yang Pertama, konsolidasi di antara mereka. Berbagai pertemuan mereka lakukan. Sebagai contoh, Temu Raya eks napol dan tapol di Jakarta 2003 lalu, serta Rapat tertutup Koppeng Semarang 24 Mei 2003, pertemuan di Srondol, Banyumanik Semarang tahun 2014, pertemuan di Banyumas 2014, pertemuan yang diadakan oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 di Solo 24 Februari 2015, pertemuan yang dimotori oleh YPKP 65 di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan contoh fakta ini baru sebagian.

Yang kedua, menyebarkan ide-ide sosialis dan komunis. Kemudan penyebaran logo palu arit dilakukan melalui baju dan poster, juga dipampang saat demostrasi, mural di tembok dan pengibaran bendera palu arit. Materi itu juga disisipkan di dalam buku pelajaran. Penyebutan peristiwa pemberontakan PKI tahun 1965 di sebagian buku hanya disebut G30S dan tidak lagi G30S/PKI. Kegiatan atas nama seni dan budaya, juga kegiatan ilmiah dan seni di berbagai perguruan tinggi, juga dipakai untuk itu.

Yang ketiga, aktivitas politik. Hal itu dilakukan dengan membentuk organisasi politik bahkan partai yang mengusung ideologi sosialis/komunis. Salah satunya, pembentukan PRD, yang dikenal publik mengusung ide itu. Sejumlah organisasi juga dikenal mengusung ideologi yang sama. Cara lainnya dilakukan dengan memasukan para kader mereka ke dalam parpol yang ada. Hasilnya, sejumlah orang dari mereka berhasil menjadi pengurus parpol besar dan masuk ke Parlemen.

Yang keempat, pada ranah peraturan dan kebijakan. Yang cukup kencang adalah desakan mereka agar dibentuk KKR (Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi). Pemerintah didesak untuk meminta maaf kepada eks PKI dan keluarga mereka. Jika ini berhasil maka akan terjadi pemutarbalikan fakta. Seolah-olah PKI tidak berbuat salah dan menjadi korban yang terzalimi.

"Padahal kalau kita melihat catatan  sejarah, PKI telah melakukan pembantaian terhadap kiai, ulama dan santri khususnya pada peristiwa pemberontakan PKI 48 di Madiun," kata Gazali Harun lagi. (PRB)

google+

linkedin