KEBERHASILAN Prof Dr H Irwan Prayitno Psi Msc memenangkan Pilgub dan sekaligus melanjutkan pengabdiannya sebagai Gubernur Sumatera Barat periode kedua 2016-2021, sebagai fakta nyata kalau reputasi politik Majelis Syuro PKS ini teruji dan terbukti di belantika politik Ranah Minang, sampai waktu tiga bulan kepemimpiannya, medio Mei 2016. 

Untuk itu, sangatlah  wajar, jika judul tulisan ini menegaskan, kalau sepakterjang politik, Irwan Prayitno belum bertemu dengan lawan sepadan atau seimbang, di kancak perpolitikan di Sumatera Barat.  Jika pun ada lawan politiknya, tapi masih belum bisa dikatakan selevel atau sepadan. Bahkan, lawan-lawan  politiknya tersebut bisa juga dikatakan keroco-keroco atau cicuguk-cicunguk di dunia politik. Kenapa? Karena yang melakukan manuver-manuver politik, semuanya boleh dikatakan para politisi yang gagal menjadi anggota dewan yang terhormat atau para politisi barisan sakit hati, karena kepentingan pribadi dan kelompokya nya terusik.

Sebagai politisi PKS yang pernah tiga kali menjadi angota DPR RI, Irwan Prayitno boleh dikatakan sudah matang di kancah politik. Prinsip politisi sejati, yang diukur dari keberhasilan menjadikan lawan menjadi kawan, sudah merupakan kebiasaan baginya dalam bergelut didunia politik. Faktanya, banyak lawan-lawan politiknya yang menjadi pesaing dan "musuh" di periode pertama Pilkada, ternyata berhasil diangkulnya dan ikut pula mendukungnya di Pilkada periode kedua. 

Kini, boleh dikatakan hampir semua lawan politiknya tahu dan paham, serta mengerti kalau Irwan Prayitno tak hanya seorang politisi, tetapi juga penceramah, psikolog yang punya hobi main musik, bernyanyi  dan berolahraga otomotif trabas. 

Berpenampilan sederhana dan jauh dari dunia glamor dan pandai berpantun, serta berseloroh di media sosial, seperti di WhatsApp, kian membuat reputasinya melenjit dan bahkan jadi kesenangan dan kebanggan bagi kelompok komunitasnya, yang bisa berseloroh dan bersendagurau di dunia maya internet, dengan gubernur. 

Kehebatan Irwan Prayitno dari pesaing politiknya, karena Irwan Prayitno punya kemampuan yang sangat luar biasa menulis. Faktanya, Irwan Prayitno telah menulis sekitar 40 buah buku ilmiah dan mungkin ribuan artikel dan tulisan yang jadi menu bagi Harian Singgalang dan Harian Padang Ekpres, yang merupakan  dua koran yang berpengaruh masalah opini di Ranah Minang dan yang terbit di Sumatera Barat. 

Yang mengagumkannya, Irwan Praytino langsung menulis disetiap ada acara yang dihadirinya dan seusai acara, tak terlalu lama, akan muncul tulisannya di media sosial facebook dan whatsApp di komunitasnya. Tulisan yang ditulisnya, seirama dengan kata sambutan yang disampaikannya saat menghadiri acara.

Keseriusan Irwa Prayitno menulis disetiap kegiatannya, bermula dari ketidak percayaannya kepada jajaran Biro Humas yang menjadi corong pemerintah Sumatera Barat. Kekecewaan Irwan Prayitno itu, karena ASN di biro humas yang ditugaskan membuat berita dari kegiatannya, jauh meleceng dari apa yang disampaikannya ketika memberikan kata sambutan. Bahkan, katanya, Irwan Prayitno pernah "menegur" jajaran Biro Humas, yang membuat berita rancangan curang (rancu) disetiap acaranya. 

Khusus masalah berkomunikasi melalui tulisan yang punya dampak opini, bisa dikatakan juga kalau Irwan Prayitno belum mendapat lawan sepadan atau seimbang. Soalnya, lawan politik Irwan Prayitno, boleh diukatakan  tak punya kemampuan atau tak pandai menulis.

Khusus masalah kebijakan yang dibuat Irwan Prayitno, meskipun dapat kritikan dari akademisi dan politisi, tapi kritikan dari akademisi itu tidak menyentuh akar masalah dan hanya beretorika tanpa didukung data dan fakta. Maksudnya, kritikan tersebut, hanya masalah persepsi atau selera semata. 

Sebagai contoh, masalah Minang Mart yang disosialisasikan dan dipromosikan Irwan Prayitno. Meskipun ada kritikan atau masukan kritis, tapi sayangnya kritikan dan masukan itu muncul dari orang-orang yang sudah "dicabut tali akinyo" di perusahaan daerah atau BUMD Sumbar, serta pejabat yang dinonjobkan, karena dinilainya tak produktif dan profesional.

SEDANGKAN Tentang Minang Mart, jika diamati dari komunitas WhatsApp, terlihat para pakar dan akademisi yang punya keahlian di bidang ekonomi, banyak yang mendukung langkah dan kebijakan Irwan Prayitno. Bahkan, banyak saran dan pesan yang disampaikan kepada Gubernur Sumbar ini, yang bernuansa dukungan dan angkek talua.

Padahal, rasanya para pakar tersebut tahu dan paham, kalau bicara ekonomi dan peningkatan ekonomi rakyat dengan tekad dan target kesejahteran masyarakat, harus membicarakan hulu dan hilir. Maksudnya, jika Minang Mart memberdayakan SDM pedagang kakilima, idealnya keberadaan Minang Mart tak hanya sebagai penjual produk, tetapi juga sebagai produsen dan distributor dari apa yang akan dijual di Minang Mart tersebut. Bahasa tegasnya, masalah hulu dan hilis harus dikuasai manajemen Minang Mart.

Kemudian kalau berbicara masalah sistem, setiap memanfaatkan dana dari bank, walaupun dengan suku bunga 7 persen, tetap saja menerapkan sistem kapitalis atau neoliberal. Kenapa? Karena sampai sekarang, tokoh masyarakat dari kalangan religius yang intelektual, masih saja menilai atau menganggap sistem bunga bank adalah riba. 

Selanjutnya, rasanya para pakar ekonomi, termasuk pengamat ekonomi tahu kalau lokomotif Minang Mart, Bank Nagari, Grafika dan Jamkrida, merupakan BUMD Sumbar, yang reputasinya kurang bagus dalam dunia bisnis. Bahkan, ketiga BUMD tersebut pernah jadi sorotan anggota DPRD Sumbar, yang berkesimpulan, agar BUMD tersebut dibubarkan saja. 

Berbicara masalah konsep ekonomi kerakyatan, rasanya para pakar dan pengamat ekonomi tahu, kalau anak Nagari Ranah Minang, Bung Hatta tak hanya sebagai proklamator, tetapi juga suko guru ekonomi dengan konsep koperasinya. Bahkan, pemikiran Bung Hatta dimasukan kedalam UUD 45 di pasal 33 tentang koperasi. Jadi cukup aneh juga, jika kebaradaan Minang Mart atau embrio Minang Mart tidak berdasarkan kajian dan analisa dari roh koperasi. (Bersambung-----Penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)

google+

linkedin