Karatok madang di hulu, babuah babungo balun; Marantau bujang dahulu, dirumah paguno balun.

Konon  dari yang “marantau dahulu“ ini 90 persen tidak kembali lagi. Mereka merantau dengan istilah one tiket. Kalau gagal malu pulang, kalau berhasil ngapain pulang. Demikianlah, para perantau Minang tersebar di seluruh nusantara bahkan di manca negara.  

Diantara para perantau itu, banyak diantara mereka yang sudah bukan pemegang passport hijau lagi. Sudah bermacam-macam warna dan lambang passport mereka. Namun yang pasti apapun warna dan lambang passport mereka, hati mereka tetaplah di Minang.

Pada hari Minggu tanggal 20 Desember 2015, lebih dari 100 orang tua perantau Minang berkumpul di Punchbowl Community Center, Sydney Australia meresmikan organisasi yang mereka dirikan yang bernama “Minang Senior Citizen Club” dengan moto “Teman anda dihari tua – growing old together”. 

Keberadaan orang tua-tua perantau Minang di Australia, sebagaimana orang-orang tua lainnya, dimanjakan oleh Pemerintah Australia. Umpamnya, orang tua mau jalan kemanapun naik transport umum, seperti kereta api (train), bus kota, ferry cukup hanya membayar 2.50 Dollar Australia. Begitu juga untuk menikmati fasiltas kesehatan dan lainnya. Hal ini sangat mungkin karena kondisi keuangan negara Australia yang sangat mencukupi, dan jumlah penduduk yang rendah atau tidak banyak. Negara Australia merupakan sebuah benua itu hanya berpenduduk sekitar 25.000.000 jiwa.   

Meskipun hidup dimanjakan oleh Pemerintah, sebagai perantau, para orang-orang tua itu tetap merasa ada yang selama ini hilang dalam kehidupan mereka, yaitu warung kopi dimana mereka bisa “maota awak samo awak”. Untuk menyiasati itu, beberapa orang dari para perantau Minang senior itu membuat wadah untuk berkumpul, bersilahturahmi, bercerita, curhat dengan teman-teman sebaya mereka. 

Menurut Iskandar Harun, salah seorang penggagas “Minang Senior Citizen Club”, “maota awak samo awak ini sangat dibutuhkan untuk menghilangkan kejenuhan dan kesepian. Mungkin dari orang-orang tua yang sedikit mengerti teknologi bisa mencapai dunia luar dengan internet umpamanya, tapi tidak bagi yang tidak familiar dengan teknologi”.

“Alhamdulillah kami berhasil mengumpulkan sebagian dari mereka untuk acara pertama dengan undangan hanya melalui WA saja”, tambah Iskandar yang sudah berusia 80 tahun itu..(Penulis praktisi hukum dan mantan Ketua LBH Padang)

google+

linkedin