TAMPAKNYA, niat dan keinginan paslon Maslim Kasim dan Fauzi Bahar untuk membuyarkan kemenangan IP-NA  masih juga belum pudur. Faktanya, setelah upayanya gagal menjegal calon Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, di Bawaslu, 16 Desember 2015 lalu, karena tuduhannya tidak terbukti, maka  paslon MK-FB  kembali berupaya mengadu ke Mahkamah Konstitusi.

Yang menariknya, Divisi Penanganan Pelanggaran Pilkada Bawaslu Sumbar, Aermadepa, Senin (21/12) lalu menyebutkan,  dugaan ijazah palsu tak terbukti dan bahkan bukti baru yang disampaikan pelapor dan saksi Bustanul Arifin (mantan panwaslu Pesisir Selatan) terkesan mengada-ada.

Yang mengejutkannya,  Bawaslu Sumbar telah membandingkan dengan hasil kajian Panwaslu 2010 , tidak sama dengan hasil kajian diperlihatkan saksi Bustanul Arifin. Bahkan, Bawaslu menilai hasil kajian Buastnul sepertinya ada yang ditambah. Maksudnya, hasil kajian Panwaslu yang asli cuma 5 halaman, sedangkan hasil kajian Bustanul enam halaman, sepertinya ada poin yang ditambah. Hasil kajiannya pun berbeda. Kemudian, LSM Mamak punya data laporan panwaslu 2010 tersebut.

Sebelumnya, timses MK-FB yang bernama Yusak David juga melaporkan paslon IP-NA ke barekrim  mabes polri dengan nomor laporan yang terdaftar dengan nomor TBL/910/XI/2015/Bareskrim, yang diterima perwira piket Samosir.

Tak puas dengan laporan sebelumnya, paslon MK-FB mengadu peruntungan di Mahkamah Konstitusi. Dari 264 daerah, telah terdaftar dalam Buku Pengajuan Perkara Konstitusi (BP2K) dan paslon MK-FB terdaftar pada nomor 130, APPP, 129/PAN.MK/2015, Selasa, 22 Desember 2015, sekitar 09:58 WIB. Pelapor Drs. H. Muslim Kasim, Ak, MM dan Dr. Fauzi Bahar, M.Si dengan masalah Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur SUMATERA BARAT Tahun 2015.

DIAKUI, para calon kepala daerah masih dapat mengajukan gugatan selama 3 X 24 jam setelah pengumuman hasil perolehan suara oleh masing-masing KPU Kota/Kabupaten dan KPU Provinsi masing-masing.  Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 157 ayat (5) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) dan diatur pula dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2015 tentang  Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Padahal dalam persoalan beracara di Mahkamah Konstitusi, sudah ada UU Pilkada yang mengatur syarat pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) melalui pembatasan jumlah selisih suara. Tapi faktanya, sejumlah pasangan calon kepala daerah tetap mengajukan permohonan ke MK. Para pemohon tersebut mendalilkan sejumlah pelanggaran yang terjadi selama pelaksanaan pilkada yang mereka ikuti. 

Kini, karena paslon MK-FB telah mengadukan nasibnya di Mahkamah Konstitusi, karena masih belum bisa menerima hasil kekalahan dari paslon IP-NA, tentu masyarakat Sumatera Barat harus juga memahami dan memaklumi perjuangan tak kenal lelah dari paslon MK-FB dalam pilgub Sumbar.

Khsusus timses, tim relawan, tim simpatisan, tim dunsanak IP dan masyarakat pemilih paslon IP-NA untuk bersabar menerima hasil dari Mahkamah Konstitusi. Soalnya, gugatan yang dilakukan paslon MK-FB, termasuk salah satu adengan berpolitik praktis. (penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)

google+

linkedin