BIJAK ONLINE (PADANG)-Koordinator LSM Mamak Ranah Minang, Drs Syahrial Aziz yang akrap disapa Yal Aziz diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Reskrim Polda Sumbar selama empat jam terkait laporan Wakil Gubernur Sumbar terpilih, Nasrul Abit yang mempersoalkan perubahan isi surat analisa hukum yang diduga dibuat mantan Koordinator Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Panwaslu Pessel, Bustanul Arifin, yang berdampak terhadap nama baiknya.

Yal Aziz diperiksa bersamaan dengan  mantan anggota Panwaslu Pesisir Selatan, Asman Jafri di ruangan Reskrim Polda Sumbar, Rabu 30 Desember 2015.

Sebelumnya, Selasa, 29 Desember penyidik Polda Sumbar juga telah memeriksa mantan Ketua Panwaslu Pessel, Nofrizal.

“Dengan selesainya pemeriksaan dua orang saksi ini, berarti sudah lima orang saksi yang telah kita periksa dalam kasus ini,” ungkap Kanit Reskrim Polda Sumbar, Kompol Herlin Darminta SH, kepada Metro Andalas usai pemeriksaan.

Menurutnya, sebelum memeriksa terlapor yakni Bustanul Arifin, mantan anggota Panwaslu Pessel, penyidik Polda Sumbar akan memeriksa saksi-saksi lainnya terlebih dahulu. Seperti komisioner KPU Sumbar dan anggota Bawaslu Sumbar.

“Dalam proses penyidikan ini, kami sangat hati-hati. Semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini akan kita mintai keterangannya satu-persatu. Jadi, kita belum bisa menetapkan siapa tersangkanya sekarang,” paparnya.

Sementara itu, dalam proses penyidikan yang berlangsung dari pukul 09.30 hingga 13.30 WIB itu, dua orang saksi yang dipanggil penyidik Polda terlihat santai memberikan keterangan. Baik Yal Aziz (Ketua LSM Mamak) maupun Asman Jafri (mantan anggota Panwaslu Pessel) sama-sama mengaku tidak pernah melihat surat hasil kajian Panwaslu Pessel versi Bustanul Arifin yang menghebohkan masyarakat akhir-akhir ini.

“Tahun 2010, saya atas nama LSM Mamak memang benar pernah mempertanyakan soal ijazah NA ke Panwaslu Pessel ketika itu. Tapi saya tidak pernah bilang bahwa ijazah yang dimiliki NA itu palsu tapi hanya cacat administrasi, karena terdapat kejanggalan yakni nama orang tuanya pada ijazah SD dan ST-nya (setingkat SMP, red). Setelah surat saya dibalas Panwaslu Pessel bahwa ijazah NA tidak ada masalah, ya saya diam saja lagi. Dan saya punya surat asli hasil kajian Panwaslu Pessel tahun 2010 itu,” kata Yal Aziz dihadapan penyidik.

Saat diperlihatkan surat hasil kajian Panwaslu Pessel yang dilaporkan tim MK-FB ke Bawaslu Sumbar, Yal Aziz mengaku terkejut. Sebab, surat hasil kajian yang diberikan Panwaslu Pessel pada dirinya 2010 lalu, terjadi perbedaan. Setidaknya, ada beberapa poin isi surat yang telah berubah.
“Surat hasil kajian Panwaslu Pessel yang saya terima jumlahnya cuma lima lembar. Tapi kok yang bapak penyidik pegang jadi enam lembar? Ini yang membuat saya jadi curiga. Jangan-jangan surat hasil kajian yang baru ini sudah dirubah oleh Bustanul Arifin. Kalau memang ada perubahan hasil kajian, harusnya saya diberikan tembusannya. Sebab, saya yang mempertanyakannya dulu,” ucap Yal Aziz keheranan.

Selain itu, Yal Aziz juga curiga setelah dicocokkan surat kajian yang dimilikinya dengan surat kajian terbaru Panwaslu Pessel yang sampai ke tangan penyidik Polda. Sebab, ada salah satu poin yang sangat jelas berbeda. Misalnya, dalam surat kajian terbaru yang menghebohkan itu tertulis bahwa ada dua orang yang mengakui punya ijazah tersebut. Yakni, Nasrul Ali Umar dan Nasrul Abit. “Poin ini tidak ada disebutkan dalam surat kajian yang saya terima dari Panwaslu Pessel 2010 lalu,” aku Yal Aziz serius.

Hal yang sama juga disampaikan Asman Jafri, mantan anggota Panwaslu Pessel yang juga diperiksa penyidik lainnya.

Menurut Asman, soal dugaan ijazah palsu NA yang dipertanyakan masyarakat 2010 lalu, memang menjadi perhatian serius oleh Panwaslu Pessel. Untuk penanganan kasus itu, diserahkan kepada Bustanul Arifin, selaku Ketua Divisi Bidang Hukum dan Pelanggaran Pemilu Panwaslu Pessel.

“Tapi sebelum kasus itu diteruskan, saya sudah memperingatkan kawan-kawan di Panwaslu Pessel ketika itu. Sebab, masalah ijazah NA itu sudah pernah diverifikasi faktual ketika saya masih menjadi anggota KPU Pessel tahun 2003-2008. Artinya, tidak ada lagi masalah dengan ijazah NA. Tapi kawan-kawan di Panwaslu ngotot untuk melanjutkannya. Akhirnya, saya biarkan saja lagi,” jawab Asman.

Dengan blak-blakan Asman juga mengatakan, jika seandainya memang benar ijazah NA bermasalah atau palsu, tentu akan banyak pihak-pihak yang harus bertanggungjawab secara hukum. Seperti anggota KPU Pessel dua periode, anggota KPU Sumbar dua periode, anggota Panwaslu Pessel dan Bawaslu Sumbar.

“Artinya, kalau memang benar ijazah NA itu palsu, tentu tidak hanya NA yang masuk penjara. Tapi seluruh pihak yang terlibat dalam pengesahan ijazah NA tersebut. Termasuk saya yang pernah menjadi anggota KPU dan Panwaslu Pessel,” katanya berandai-andai.

Saat ditanya penyidik, apakah Asman ada hubungan keluarga dengan Bustanul Arifin atau dengan NA, langsung dijawab tidak oleh Asman. Sebab, dia asli Salido. Sedangkan Bustanul Arifin asli Batang Kapeh dan NA asli Aie Haji.

“Tapi kalau sekedar berteman memang benar. Saya dengan Bustanul Arifin itu berteman sejak tahun 2003. Sedangkan dengan Nasrul Abit setelah dia jadi Bupati Pessel periode pertama 2005-2010,” tukasnya mengakhiri. (noa)

google+

linkedin