BIJAK ONLINE (Padang)-Lahir sebagai seorang tunanetra, 3 Maret 1994 di Secincin Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat tidak membuat Novriyanto anak ketujuh dari delapan bersaudara berputus asa sebagai anak bangsa. Bahkan, tanpa mata  anak Piaman Laweh ini tetap berbhakti kepada kedua orangtuannya.

“Saya memang dilahirkan buta, tetapi hati saya tidak buta dan setiap bulan saya selalu membantu orang tua saya di kampuang,” kata Novriyanto ketika berbincang-bincang dengan Tabloid Bijak melalui handphone selulernya, Rabu, 25 Maret 2015.

Menurut Novriyanto, setelah mendapat pengetahuan di   Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Tuah Sakato Dinas Sosial Sumbar, dirinya langsung berfrofesi sebagai tukang pijat. “Tanpa mata, tidak harus berputus asa  Soalnya, mata bukanlah satu-satunya pancaindra untuk melihat dunia,” katanya.

Sebagai tukang pijat, kata Novriyanto, memang penghasilannya hanya cukup untuk bertahan hidup. “Setiap hari, saya hanya dapat memijat dua orang dan satu orang tarifnya Rp 50.000 dan dikaoi dua ya Rp 100.000 dan hasil itu dibagi dua dengan yang punya rumah, jadi masing kami dapat RP 50.000,” ujarnya.

Sedangkan bagi yang punya rumah atau tempat pijat, dana yang Rp 50.000 itu diperuntukan untuk biaya makan dan sekaligus sewa rumah. “Pendapatan Rp 50.000 itu, cukulah untuk bertahan hidup,” kata Novriyanto.

Kini, kata Novriyanto, dirinya akan berupaya untuk hidup mandiri dengan cita-cita punya rumah sendiri. “Uang yang saya dapat dari memijit, saya manfaatkan untuk ikut arisan sesama tunanetra dengan anggota sebanyak 26 orang dan setiap menerima, lumayanlah untuk membantu orang tua,” katanya lagi.

Kemudian, kata Novriyanto, dirinya tak pernah putus asa dan selalu berdoa kepada Allah, semoga bisa mendiri dan berbhakti pada orangtua.”Bagi masyarakat yang berkenan membantu saya, bisa saja menghubungi saya melalui nomor handphone 085271930053,” tambahnya. ( PRB)

google+

linkedin