BIJAK ONLINE (Kota Pariaman)—Ketua Majelis Ulama Indonsia (MUI) Kota Pariaman, Drs. H. Jauhar Muiz, mengatakan, Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) diperkirakan sudah ada di Kota Pariaman sejak 2010 dengan sejumlah pengikutnya.

Hal itu disampaikan Jauhar Muiz, di dalam menjawab pertanyaan wartawan Rabu (20/1/2016) di Pariaman.

Dikatakan, dulu anggota Gafatar datang ke Pariaman bermoduskan gerakan sosial kepada masyarakat, namun memiliki misi terselubung yaitu menyebarkan aliran sesat yang dipercayainya. 
Selain itu kelompok Gafatar juga sudah pernah mendirikan kantornya di daerah Jati Kecamatan Pariaman Tengah namun saat ini sudah tidak ditempati.

Melihat kondisi yang dapat mengancam perpecahan dalam Islam maupun masyarakat pihak MUI pun mengambil langkah untuk mengadakan pertemuan dengan para pimpinan Gafatar pada  bulan Mei 2015.

Dari pertemuan tersebut pihak Gafatar yang berjumlah lima orang menjelaskan apa itu Gafatar serta tujuannya, dari pengakuan Hermansyah yang merupakan pimpinan Gafatar Pariaman mengatakan kerajaan Allah harus diselamatkan dari kehancuran.

Pengakuannya kepada pihak MUI, Nabi Ibrahim AS memiliki tiga orang istri salah satunya berasal dari tanah Nusantara, kitab suci yang diyakininya hanyalah Taurat saja.
"Majelis Ulama Indonesia sendiri telah memutuskan bahwa Gafatar merupakan aliran sesat dan dapat mengancam perpecahan dalam islam," ujarnya.

Selain hanya meyakini kitab taurat, para pengikut Gafatar juga tidak menjalankan ibadah sholat lima waktu sehari semalam yang merupakan suatu kewajiban bagi seorang Muslim.
"Bagi mereka shalat tidak penting, namun mereka hanya menjalankan shalat malam saja," jelasnya.
Pihak MUI sendiri sudah melakukan koordinasi dengan instansi Kepolisian untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut. 

Kini satu keluarga di Kota Pariaman diduga ikut terlibat dan bergabung dengan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang saat ini sudah tidak berdomisili di Kota Pariaman lagi. 

Kurnia (52) tahun, salah seorang warga Desa Apar, Kecamatan Pariaman Selatan, di Pariaman, mengatakan, adik kandungnya bernama Sulastri, pergi bersama suaminya dan lima orang anaknya ke  Kalimantan sejak bulan  Mei 2015 tanpa meninggalkan penjelasan yang pasti. 
Kurnia  menuturkan kepergian Sulastri bersama suami dan anak-anaknya juga turut membawa pergi Ibu kandungnya sendiri yang bernama Hilma (72) tahun.

Kecurigaannya kepada Sulastri ikut Gafatar semakin kuat dengan sejumlah barang bukti berupa buku-buku yang berisikan ajaran tentang aliran yang bertentangan dengan agama Islam.
"Saya tidak mengetahui dan tidak mengerti sepenuhnya dengan isi buku itu, namun salah satu berisikan bagaimana mempersatukan beberapa agama yang ada," jelasnya.

Selain bukti berupa buku-buku, pihak keluarga juga memperlihatkan sejumlah bukti foto dokumentasi Sulastri ketika mengikuti seminar Gafatar di daerah Jawa.

"Foto-foto itu diambil sekitar tiga tahun yang lalu. Dulunya adik saya itu menggunakan hijab namun setelah ikut bergabung ia tidak lagi menggunakan hijabnya seperti yang terlihat di foto," ujarnya.
Berdasarkan keterangan pihak keluarga, selain Sulastri dan suaminya yang bernama Hermansyah, diduga kuat adik laki-lakinya berinisial M juga ikut Gafatar.

Pihak keluarga yang masih terus mencari keberadaan keluarganya akhirnya memperoleh informasi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Pariaman.

Berdasarkan surat keterangan pindah dengan Nomor SKPWNI/137711052015/0002 Sulastri bersama keluarganya pindah ke daerah Jalan Bumi Setia RT 002 RW 001 Desa Kuala Satong, Kecamatan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.(r/amir)

google+

linkedin