SETIAP ada kejuaraan, baik yang  berskala nasional seperti PON, maupun Porprov, selalu ada masalah dengan atlet, pelatih dan pimpinan cabor. Kenapa? Karena moment-moment penting olahraga seperti ini, selalui menjadi peluang bagi pelatih dan induk cabang olahraga lainnya untuk menjual atlet kepada daerah-daerah baru yang lebih peduli dan menguntungkan.

Untuk itu, wajar saja jika menjelang Pekan Olahraga Provinsi Sumbar (Proprov) XIV 2016 di Kota Padang, yang akan dilaksanakan 19-29 November 2016 mendatang, terjadi perpindahan puluhan atlet dari beberapa cabang olahraga, sejak beberapa bulan lalu. 

Khusus olahraga terukur, seperti renang, senam dan angkat berat dan angkat besi,  boleh dikatakan sudah banyak atlet dari Kota Padang yang hengkang keberbagai daerah, seperti Solok Selatan, Kota Pariaman, Mentawai, Lima Puluh Kota dan Dharmasraya. 

Begitu juga dengan olahraga tinju, menembak, layar yang atletnya kini sudah menyebar keberbagai daerah, yang perkembangan olahraga ini, kurang berkembang atau kurang dimintati oleh masyarakatnya.

Tinju misalnya, setiap diadakan Porprov, selalu atletnya sengaja ditebar oleh pelatih dan pimpinan cabor keberbagai daerah, dengan tujuan agar tak menumpuk di Kota Padang, sebagai pusat latihan olahraga adu jotos ini.   

Seacara logika, kita bisa memaklumi para pelatih dan pimpinan cabor tersebut. Soalnya, selain PON, Porprov merupakan saat panen bagi mereka untuk mendapatkan pulus alias kepeng. 

Suka duka, keluh kesahnya dalam membina atlet selama ini, akan terobati dengan adanya pesta olahraga terakbar di Sumatera Barat, yang bernama Porprov ini. 

Hanya saja, ada  cara dan prilaku para pelatih dan pimpinan cabor tersebut dalam "menjual" atlet, ada yang profesional dan ada pula secara koboi. Bahkan, si calo alias makelar lah yang lebih beruntung dari pada atlet yang diperjualbelikan tersebut.

Yang ironisnya lagi, prilaku para pelatih dan pimpinan cabor yang kerjanya setiap Porprov selalu "menjual" atlet tersebut sudah bertingkah bagaikan "mafia".  Yang namanya atlet tetap saja jadi "sapi perahan" oleh mafia-mafia ini. Kenapa? Karena tujuannya "menjual" atlet ke daerah, lebih untuk memberikan perimbangan dan kesempatan bagi atlet untuk memperoleh medali emas.

Yang hebatnya lagi, si pelatih yang merangkap pengurus inti di cabor ini, sengaja memanfaatkan kesepatan ini untuk memperkaya dirinya. Soalnya, setiap atlet yang "dijualnya" ke daerah lain, ada konsesus dengan daerah yang membelinya, bahwa atlet yang hengkang ini berpeluang medali emas.  

Bagi daerah yang baru peduli atlet disaat akan Porprov, menjadi sasaran empuk oleh para mafia olahraga ini. Lobinya sampai kepada kepala daerah yang tak ingin namanya "tapuruak" gara-gara kegagalan kontingenya di ajang Proprov.  Akibatnya, ada kepala daerah yang mau mengorek kantongnya, atau "memaksa" SKPD tertentu untuk bernegosai dengan para mafia olahraga ini.

Terlepas cara dan tingkah para calo ini, ada baiknya para kepada daerah di Sumatera Barat punya sikap dan prinsip menuia hasil tanaman sendiri dan tak mau membeli atlet atau membajak atlet dari Kota Padang.  Semoga Porprov tak menjadi ajang hura-hura para pelaku olahraga. (Penulis wartawan tabloid Bijak dan Padangpos.com).

google+

linkedin