BIJAK ONLINE (Kota Pariaman)— DR. Asril Mukhtar, dosen Ilmu Budaya Unand, mengatakan, acara pergelaran Tabuik yang diselenggarakan setiap tahun di Pariaman tidak ada kaitannya dengan paham maupun sekte Syiah. Tabuik Pariaman merupakan Tabuik budaya dan pariwisata yang sudah menjadi diselenggarakan sejak awal tahun 1800-an.

Hal itu disampaikan  dalam Seminar bertemakan Tabuik Dalam Perspektif Budaya, Sabtu (15/10/2016) di Balaikota Pariaman. Seminar dibuka Wakil Walikota Genius Umar dengan menampilkan narasumber dari Dosen ISI Padang Panjang DR. Asril Mukhtar,

Dosen Ilmu Budaya Unand DR. Khanizar Chan, S.Sn,M.Si dan Dekan Fak Tarbiyah IAIN-IB Prof. DR. Duski Samad, M.Ag dan moderator Danil Aswad.

Menurut Asril Muktar, penyelenggaraan prosesi Tabuik berbeda dengan paham Syiah di Iran. Seperti ritual menangis dikalangan perempuan, kekerasan terhadap badan sendiri seperti di Iran, tidak ada bagi budaya orang Pariaman. “Tuduhan yang paling dahsyat terhadap masyarakat Pariaman adalah bahwa Syiah selama 300 tahun dianut orang Pariaman. Ini adalah tuduhan yang dilontarkan oleh Mangaraja 
Onggang Parlindungan melalui bukunya Tuanku Rao,” kata Asril.

Menurut Asril, tahun 1825-an, masuk Tabuik dari Bengkulu. Ketika Bengkulu dijajah oleh Inggris. Tentara Inggris ada yang dari bangsa Tamil yang beraliran Syiah. Ketika ada diantara orang Tamil ingin mengadakan Tabuik yang bernuansa Syiah, di Pariaman, maka pemuka nagari tidak bisa menerimanya. Kemudian diadakan negosiasi proses Tabuik di empat nagari yakni di Nagari Pasa, V Koto Air pamampan, IV Koto Sungairotan, dan IV Angkek Padusunan.

“Isi negosiasi tersebut menegaskan, tidak ada ratapan menangis dan mencederai tubuh. Harus ada nilai-nilai Minangkabau. Para ninik mamak melakukan tawar menawar bagaimana sosok tabuik. Hasilnya, tabuik sudah bernuansa budaya Pariaman (Minangkabau). Tonggak, tiang dan struktur Tabuik seperti yang sekarang memiliki makna sesuai dengan budaya Pariaman. Hanya yang tersisa dari India adalah simbol buraq. Dapat disimpulkan, tidak ada paham atau masyarakat Pariaman yang berpahamkan Syiah. Malah makin kuat paham Sunni dengan adanya Tabuik ini,” kata Asril lagi.

Duski Samad mengungkapkan, ternyata Tabuik dapat menunjukkan makrifat orang Pariaman tentang Ali dan keturunannya. Ali adalah menantu Nabi Muhammad Saw, sahabat Nabi, khalifah keempat. Penghormatan kepada Ali dan keturunannya yang dilakukan orang Pariaman melalui Tabuik, bukan berarti menjadi penganut paham Syiah. Melainkan penghormatan kepada keturunan (cucu) Nabi Muhammad Saw, yakni pada Hasan dan Husein.

“Ada tiga hal yang dapat diungkapkan pada seminar ini. Pertama, pemujaan terhadap Ali dan pemuliaan pada cucu Nabi Muhammad Saw, yakni Hasan dan Husein. Hoyak hosen dalam prosesi Tabuik, tidak ada kaitannya dengan paham Syiah. Tapi memuliakan keturunan Ali bin Abi Thalib. Memuliakan keturunan Ali dan cucu Nabi Muhammad Saw, bukan berarti menganut paham Syiah. Belum pernah terdengar ada warga Pariaman pindah jadi warga Iran, tidak pernah pula ada orang Sunni pindah ke Syiah di Pariamaan,” kata Duski.

Kedua, memang ada sementara orang yang mengsakralkan Tabuik. Diambil properti Tabuik, kain Tabuik dapat memberikan kekuatan sesuatu. Bagian tertentu Tabuik diletakan di warung, maka diyakini dapat melariskan dagangan. Maka saat pembuangan Tabuik ke laut, pengunjung berebut mengambil bagian tertentu untuk dibawa pulang. Yang miring-miring ini perlu diluruskan. Ini harus dilakukan penelitian.

Ketiga, memproduktifkan Tabuik menjadi iven pariwisata dengan memperkuatnya dengan kekuatan keagamaan yang dapat diterima oleh umat secara umum. Misalnya tablik akbar. Memperkuat iven budaya bernuansa Islami seperti perlombaan rebana.

“Tabuik Pariaman bukan ritual (agama), tabuik adalah budaya. Tabuik dalam wisata, bukan ritual. Kalau tetap dinamakanTabuik ritual, maka menjadi pintu masuk pihak tertentu mempersoalkan dan mengkaitkan dengan paham keagamaan tertentu,” kata Duski guru besar IAIN Imam Bonjol Padang ini.

Pengaruh Syiah di masyarakat Pariaman, kalau pun ada hanya ada dalam kajian tarekat. Tapi dalam kajian syariat tidak ada bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Tabuik dijadikan iven pariwisata yang sudah menjadi kontribusi terhadap masyarakat Kota Pariaman, katanya. 

Seminar diikuti 200 peserta dari berbagai utusan elemen masyarakat di Pariaman. (ad/amir)

google+

linkedin