INI merupakan catatan saya yang kesekian kalinya, tentang dampak yang ditimbulkan akibat aksi penambangan emas di Kabupaten Sijunjung, khususnya di Nagari Tanjung, Kecamatan Koto VII. 
Semoga tulisan pendek ini bisa menggugah dan menyentuh hati siapa saja yang membaca dan peduli terhadap keselamatan lingkungan tempat kita tinggal dan juga ekosistem yang berada disekitarnya. Setidaknya, tulisan sederhana ini bisa mewakili perasaan kami yang begitu peduli sekaligus prihatin dengan kondisi yang terjadi saat sekarang ini di nagari yang sangat kami cintai. Semoga apa yang saya tulis ini sempat dibaca oleh para pengambil kebijakan di negeri ini.

Aksi penambangan liar yang terjadi di kabupaten Sijunjung sudah berlangsung cukup lama. Awal mulanya, penambangan tersebut dilakukan dengan cara tradisional dan sederhana. Namun, belakangan ini berkembang menjadi penambangan secara besar-besaran dengan menggunakan alat berat dan alat canggih lainnya. 

Kapan dan siapa yang memulai penambangan menggunakan alat berat tersebut, saya sendiri pun tidak mengetahuinya. Akan tetapi, yang pasti saat ini hampir diseluruh pelosok kampung terjadi penambangan emas secara besar-besaran. Pemandangan yang sangat memprihatikan terlihat di sepanjang aliran sungai Batang Ombilin. 

Dimana dahulunya, Batang Ombilin itu sangat indah dengan airnya yang bersih dan jernih serta begitu banyak populasi ikan yang terdapat didalamnya. Sekarang sudah berubah menjadi hamparan lobang-lobang besar yang mengangah dengan sangat sombongnya. Air yang dahulunya jernih berubah menjadi kuning dan berlumpur, bagai air kubangan kerbau yang bercampur merkuri. Kondisi yang sangat tidak baik bagi kesehatan masyarakat.

Tapian mandi yang dulunya menjadi kebanggaan bagi anak nagari sekaligus tempat bermain dengan teman sebaya, sekarang sudah tidak ada lagi. Semua berubah menjadi hamparan koral dan tebing-tebing curam yang membahayakan. Jangankan untuk tempat bermain, untuk tempat mandi saja sulit ditemukanSetelah sungai Batang Ombilin hancur terkoyak oleh tangan-tangan rakus, sekarang kita dihadapkan lagi dengan pemandangan yang juga sangat menyedihkan. 

Sebuah fakta yang terjadi dihadapan kita, yaitu mulainya persawahan penduduk yang masih produktif dijamah oleh alat-alat berat (ekskavator) yang pada akhirnya mengakibatkan persawahan tersebut menjadi kurang produktif. Bagaimana nasib anak cucu kita kelak?. Menurut informasi, pemanbangan ini dilakukan secara bersama oleh pihak yang memegang hak ulayat dengan pihak pengembang (penambang).

Menyikapi aksi perusakan sawah penduduk yang notabenenya sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat. Untuk itu, saya ingin menyapa dan mengetuk jiwa-jiwa yang mulai "mati" dan tidak peduli lagi dengan kondisi lingkungan tempat mereka tinggal. Marilah kita merenung sejenak!, tentang apa yang telah terjadi dihadapan kita saat ini. Sawah dan ladang yang telah diwariskan oleh pendahulu kita secara turun temurun sekarang hilang begitu saja. Tidakkah kita merasakan betapa sulitnya mereka dahulu manaruko dari semak belukar menjadi pesawahan yang subur?. 

Mungkin saja mereka terpaksa menahan rasa lapar saat melewati masa-masa sulit dengan peralatan yang terbatas, supaya anak cucunya bisa mendapatkan sesuap nasi. Sekali lagi, mari kita merenung sejenak! Apa benar jiwa kita telah "mati" dibunuh oleh nafsu ketamakan yang hilang karena godaan kekayaan yang semu???. (penulis pemerhati sosial)

google+

linkedin