MALAM  ini saya bersama tokoh masyarakat mengunjungi salah satu warung makan ibu Saeni, yang sedang menjadi berita nasional dan berimbas kepada isu pencabutan perda syariah. 

Kebetulan saya tinggal di lingkungan Cikepuh Kota Serang Banten, dan jarak antara rumah saya dengan warteg yang di razia satpol pp hanya berjarak 50 meter. 

Malam ini kami bertemu pak Alex suami dari  bu Saeni, saya meminta klarifikasi beliau antara fakta yang terjadi dengan isu yang beredar di masyarakat.
Bu Saeni memiliki 3 warteg di Kota Serang :

Cikepuh, Tanggul, Kaliwadas. 1 tempat warteg ibu Saeni ada yang sewa 7.5 juta  per tahun, ada juga yang kurang lebih sampai 10-15 juta  pertahun. Untuk ukuran usaha seperti ini tergolong usaha menengah karena beliau mampu mengelola dengan baik, dan tidak bisa juga dikatakan usaha kecil seperti yang diberitakan. 

Saya mencoba investigasi kebenaran berita yang beredar, saya menemukan fakta dan saksi bahwa pada saat razia berlangsung ibu saeni diminta salah satu oknum media untuk menangis histeris seolah-olah terdzolimi dan terkesan satpol pp mengacak-acak dagangannya. Padahal faktanya satpol pp menyita semua makanan dan berharap ibu Saeni datang ke kantor satpol pp untuk pembinaan dan pengarahan, untuk tidak membuka warung sesuai waktu yang ditetapkan Pemkot Serang yaitu sekitar pukul 16.00 WIB dan seluruh makanannya di kembalikan. 

Namun ibu Saeni tidak datang ke kantor satpol pp, selang beberapa hari kemudian ibu Saeni di setting oleh oknum awak media beliau sakit dan terbaring di kasur yang tergeletak dilantai dan kumuh, seolah-olah jatuh miskin dan tak punya apa-apa. Padahal dua  wartegnya masih aktif berjualan, dan media memblow-up seolah2 ibu Saeni terdzolimi oleh razia satpol pp karena penegakan Perda Syariah, sehingga ada juga settingan provokasi awal untuk penggalangan dana sehingga masyarakat luas mengikuti penggalangan dana atas dasar kemanusiaan karena tindakan kejam pemkot atas penegakan syariat Islam di bulan ramadhan.

Dari sini saya mengambil kesimpulan bahwa ini adalah settingan oknum yang ingin perda syariah di cabut. 

Menurut pengakuan pak Alex dana yang  terkumpul kata seseorang koordinator penggalangan dana sebesar RP 200 jutaan lebih, namun yang diterima hanya RP 172 juta rupiah, lalu kemana sisanya? 
Pak Alex menuturkan sisanya kata pengkoordinirnya untuk membantu warung-warung yang  kena razia juga. Saya agak mikir disini benarkah uangnya untuk membantu yang  lain? Atau di nikmati oleh segelintir orang? Yang penting harus ada kejelasan laporannya. 

Dan isu yang terakhir berkembang adalah isu pengusiran ibu Saeni dari kampung Cikepuh, isu ini juga tidak dapat di benarkan, karena sampai saat ini ibu Saeni masih tinggal di wartegnya, hanya di beri peringatkan oleh warga agar jangan membuka warung di siang hari, apabila masih buka maka warga tidak mengizinkan tinggal di wilayah Cikepuh. 

Jadi saya ingin meluruskan: 

1. Bahwa ibu Saeni bukan orang susah seperti yang  di beritakan

2. Tidak ada pengusiran oleh warga Cikepuh terhadap ibu Saeni

3. Ibu Saeni di setting oleh oknum media untuk menjadi batu loncatan agenda terselubung.

4. Adanya kesengajaan isu nasional untuk mencabut perda-perda syariah di seluruh wilayah Indonesia.

5. Ini adalah proxy war yang  dibuat oleh kelompok2 tidak bertanggung jawab sehingga memecah belah NKRI dan khususnya umat Islam. (Penulis Ketua umum pemuda Lira DPW Banten).

google+

linkedin