JUJUR, merinding  juga bulu  kuduk saya membaca  berita di portal Sumbar Pos dengan judul;"KONI Sumbar Diktator."

Sekilas saya menduga, mungkin yang dimaksud diktator itu pengurusnya, yang dikomandoi seorang pakar olahraga, DR Syahrial Bakhtiar yang juga petinggi di Universitas Negeri Padang. 

Lantas timbul pertayaan bagi saya, kenapa kok muncul penilaian diktator? Mungkin karena pengurus KONI Sumbar berencana mencoret atlet yang telah mengantongi tiket  PON yang diperkirakan sekitar 400 orang, tapi tidak semuanya bisa diberangkatkan ke PON Jabar, November 2016 mendatang. Alasannya, karena diduga  tersandung masalah dana yang hanya dianggarkan di APBD Sumbar Rp 30 miliar include sampai ke PON Jabar.

Jika alasannya masalah dana, rasanya perlu juga dipertanyakan, bagaimana cara KONI Sumbar menghitung dana tersebut. Soalnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah memenuhi permintaan anggaran sebelumnya, yakni Rp 30 miliar. Seandainya dana Rp 30 miliar kurang, siapa yang mematok angka Rp 30 miliar tersebut, pengurus KONI Sumbar kah, atau anggota dewan yang terhormat, yang mematok angka Rp 30 miliar.

Terlepas dari siapa yang telah mematok angka Rp 30 miliar, rasanya dana sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk memberangkatkan semua atlet yang lolos PON, termasuk pengurus KONI Sumbar dan anggota dewan yang terhormat, serta puluhan wartawan olahraga.

Jika KONI Sumbar memberangkatkan 400 atlet kita kalikan saja uang sakunya Rp 250.000 perhari selama 1 minggu di PON Jabar. 400 atlet X Rp 250.000 = Rp 1,8 miliar.

Keberangkatan ke PON memakai pesawat Garuda P/P dengan rincian 400 atlet ditambah 100 orang petih dan 150 orang pengurus pulus wartawan dan anggota dewan, di total saja Rp 1,3 miliar.

Uang saku pelatih, pengurus, wartawan dan anggota dewan, dianggap 250 orang dinilai RP 5 juta perorang, nilainya Rp 1,25 miliar.

Penginapan sebanyak 650 orang (atlet 400, pengurus plus wartawan dan anggota dewan) hanya memerlukan 300 kamar dan  dikalikan Rp 800.000, totalnya = RP 2,4 miliar.

Biaya gizi sebanyak 400 atlet dinilai Rp 300.000 totalnya Rp 120.000.000. Kosumsi jumlah kontingen 650 orang dikalikan RP 100.000 perhari = Rp 65.000.000. 
Biaya try out ditambah honor Jhon Balack pakar olahraga asing ditotal saja Rp 3 miliar. Transfortasi lokal dengan merental mobil dianggarkan saja Rp 1 miliar.

Kemudian, ditambah uang saku atlet andalan, potensial, prioritas dan binaan ditotalkan saja Rp 5 miliar. Dari keseluruhan pengeluaran itu baru mencapai Rp 13 miliar lebih. Masih tersisa dana sekitar lebih kurang Rp 17 miliar lagi. Apa yang saya tulis ini hanya hitung-hitungan secara gamplang, karena saya buka akunting  yang mengerti benar masalah keuangan.

Sebagai masyarakat yang peduli olahraga, saya hanya bisa menyarankan, agar keuangan KONI Sumbar ini, harus diaudit dengan akuntan yang independen. Tujuannya, agar pengurus KONI Sumbar tak seenaknya saja menghamburkan uang APBD Sumbar tanpa pertanggungjawaban secara tertib administrasi. Kalau ada indikasi penggelapan atau penyalahgunaan dari mata anggarannya, ya diselesaikan secara hukum.

Harapan kita semua tentu, berkeinginan KONI Sumbar yang bertanggungjawab masalah olahraga prestasi, jangan sampai berladang dipunggung atlet dengan prilaku diktator sebagaimana yang dituduhkan. (Penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com).

google+

linkedin