BIJAK ONLINE (OPINI)-ANCAMAN bencana makin meningkat, baik frekuensi, sebaran dan besaran dari bencana. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pun juga cukup besar. Bahkan dapat mengganggu pembangunan. Misal, bencana kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lalu telah menyebabkan 2,61 juta hektare hutan dan lahan terbakar di 32 provinsi. 

Kerugian ekonomi mencapai Rp 221 triliun dan mengkoreksi penurunan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 0,2 persen. Begitu juga erupsi Gunung Sinabung yang terus meletus dan tidak ada yan tahu kapan berakhir. Begitu juga dengan bencana lainnya yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang cukup besar.

Untuk itulah penanggulangan bencana menjadi penting. Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang disusun sebagai penjabaran dari Visi, Misi dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil Presiden RI, telah ditetapkan sasaran penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana untuk periode 5 tahun (2015-2019). Adapun sasaran yang ingin dicapai dari penanggulangan bencana di Indonesia untuk periode 2015-2019 adalah meningkatnya efektivitas penanggulangan bencana dengan menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi.

Dalam RPJMN 2015 – 2019 terdapat 136 Kabupaten/Kota yang terletak di pusat-pusat pertumbuhan dengan indeks risiko tinggi yang menjadi wilayah prioritas penurunan indeks risiko bencana nasional. Peningkatan perekonomian nasional dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan terkendala dengan ancaman bencana. Sesuai RPJMN 2015-2019, kabupaten/kota yang menjadi prioritas tersebar dalam wilayah pulau sebagai berikut; Papua terdapat 10 Kab /Kota, Jawa-Bali terdapat 36 Kab/Kota, Kalimantan terdapat 18 Kab/Kota, Maluku terdapat 12 Kab /Kota, Nusa Tenggara terdapat 15 Kab /Kota, Sulawesi terdapat 24 Kab /Kota, dan Sumatera terdapat 21 Kab /Kota.

Bukan berarti daerah lain yang rawan bencana di luar 136 kab/kota tersebut tidak penting. Tetap penting dan BNPB akan terus membantu BPBD, baik pendanaan, logistik, peralatan, peningkatan SDM dan lainnya.

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, perlu ditetapkan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana dengan memprioritaskan seluruh upaya-upaya pengurangan risiko bencana di dalam pembangunan nasional dan daerah. Sebagai lembaga yang mempunyai mandat koordinasi, komando dan pelaksana penanggulangan bencana di Indonesia, BNPB dan BPBD dengan dukungan dari para pemangku kepentingan berusaha merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana di Indonesia, agar seluruh upaya-upaya lintas sektor dan lintas tingkatan dapat direncanakan dan diimplementasikan secara terpadu, terarah dan terukur untuk mencapai sasaran penanggulangan bencana dalam periode 2015-2019, sehingga terwujud masyarakat dan bangsa yang tangguh terhadap bencana.

Strategi yang didorong untuk menjadi prioritas upaya penanggulangan bencana adalah peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Alasan utama yang menjadi dasar prioritas ini adalah adanya keterkaitan yang sangat erat antara peningkatan kapasitas dengan penurunan indeks risiko bencana. Ada 3 faktor dari indeks risiko bencana, yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Ancaman dan kerentanan adalah faktor yang cukup sulit untuk diubah besarannya dalam jangka waktu 5 tahun pembangunan, sedangkan kapasitas adalah faktor yang cukup layak (feasible) diubah atau ditingkatkan seiring dengan program pembangunan 5 tahun.

Koordinasi dalam penanggulangan bencana adalah penting. Hingga saat ini penggunaan anggaran penanggulangan bencana belum dapat dikoordinasi dengan baik. Pada tahun 2015 anggaran penanggulangan bencana sekitar Rp. 15 Trilyun tersebar di 28 Kementerian/Lembaga, dimana alokasi anggaran penanggulanagan bencana di BNPB sebesar Rp.1,6 trilyun dan Rp. 13,4 trilyun di 27 K/L. Banyaknya K/L pencapaian sasaran anggaran sulit dijelaskan berapa % indeks risiko bencana yang sudah diturunkan.

Untuk itulah diperlukan adanya rapat koordinasi nasional penanggulangan bencana tahun 2016. Tema rakornas PB adalah agar penggunaan anggaran penanggulangan bencana di tahun 2017 dapat dilaksanakan secara terkoordininir, terpadu, terarah dan terukur dalam menurunkan indeks risiko bencana di daerah pusat pertumbuhan ekonomi di 136 Kabupaten/Kota yang sangat rawan bencana.
Rakornas PB diselenggarakan pada 24-25 Februari 2016 di Hotel Bidakara. 

Rakornas PB dibuka Menkopolhukam yang mewakili Presiden RI. Peserta rakornas sekitar 3.000 peserta dari sekitar 500 BPBD dan komponen pimpinan daerah baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, Kementerian/Lembaga, TNI, POLRI, NGO, Dubes Negara ASEAN serta Dubes perwakilan Negara pendonor. Tujuan pelaksanaan Rakornas tahun ini yaitu untuk mensinergikan dan mensinkronkan setiap program kementerian/lembaga, antara pemerintah pusat dan daerah di dalam penanggulangan bencana Diharapkan rakornas ini akan memberikan pemahaman kepada para peserta mengenai arah kebijakan penanggulangan bencana dalam dan meningkatkan ketangguhan pemerintah baik pusat dan daerah didalam menghadapi bencana.

Kepala BNPB, Willem Rampangile, dalam laporan pelaksanaan menyampaikan bahwa tema Rakornas PB 2016 yang diusung adalah Pengurangan Risiko Bencana Melalui Peningkatan Kapasitas Berbasis Masyarakat. Sesuai temanya maka ada 3 kunci yaitu pengurangan risiko bencana seperti termuat dalam RPJMN 2015-2019, penurunan tingkat kerentanan, dan internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah.

Menko Polhukam, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa tadi malam diperintahkan Presiden untuk hadir memberikan arahan dan membuka rakornas. Presiden minta maaf tidak dapat hadir.

Dalam arahannya, Menkopolhukan mengatakan, keamanan dalam negeri berjalan dengan baik. Kita bisa mendeteksi dengan sangat baik hal-hal yang dapat mengganggu keamanan nasional. Koordinasi badan-badan intelijen di dalam negeri dan luar negeri berjalan dengan baik. Kita tidak akan kompromi dengan hal-hal gangguan keamanan nasional. Ancaman narkoba lebih serius dibandingkan teroris karena sudah masuk ke sendi-sendi kehidupan. Hampir tiap hari 30-50 orang meninggal akibat narkoba. 60% penghuni penjara juga adalah para narkoba. Sekali kena narkoba maka sulit dipulihkan.

Terkait penanggulangan bencana, bencana alam sangat berpengaruh pada keamanan dan ekonomi nasional. Karhutla mengkoreksi pertumbuhan ekonomi 0,2 persen pertumbuhan ekonomi. Ada 2 hal yang perlu kita lakukan yaitu pada bencana yang tidak bisa kita prediksi dan yang bisa kita prediksi. Pengalaman penanganan bencana karhutla sudah berjalan dengan baik. Kelemahan kita adalah koordinasi. Mudah diucapkan dan sulit dipraktekkan. Saat penanganan karhutla kemarin koordinasi yang dilakukan BNPB dengan semua unsur lainnya sudah berjalan baik. Untuk itu peringatan dini dan penegakam hukum, mitigasi, rehabilitasi harus diperkuat.

BNPB dan BPBD diharapkan melaksanakan penanggulangan bencana koordinasi, komando dan pelaksana dengan baik. Target mengurangi indeks risiko bencana di 136 kab/kota di pusat-pusat pertumbuhan. Perlu team work dan koordinasi. Ini bisa dilaksanakan dengan koordinasi dengan baik sehingga perlu perencanaan.

Presiden meminta BNPB agar mengkoordinir seluruh kementerian lembaga untuk melakukan penanggulangan bencana. Semua unsur agar mendukung BNPB dan BPBD. Pemda diminta untuk mendukung dan memperkuat BPBD. Bekerjalah dengan keras. Masyarakat menunggu anda semua. BNPB dan BPBD dapat menjadi pilar yang kuat dalam penggulangan bencana di Indonesia. Demikian pesan Presiden yang disampaikan Menkopolhukam.

Sementara itu Menko PMK, Puan Maharani, sebagai keynote speaker menyampaikan koordinasi perlu dilakukan antar K/L dsn Pemda untuk antisipasi bencana. Perlu sinergi antar K/L. Kita perlu merubah pola-pola penanganan yang belum baik. BNPB dan BPBD kenyataannya selalu hadir di tengah rakyat saat bencana. UU 23/2014 tentang Perintahan Daerah bahwa penanggulangan bencana dan kebakaran menjadi urusan wajib di daerah terkait pelayanan dasar. Daerah wajib mendukung upaya penanggulangan bencana dan menjadikan wilayahnya menjadi tangguh bencana. Karena itu mengintegrasikan PRB dalam perencanaan daersh merupakan upaya sinergi antara kegiatan pembangunan dan penanggulangan bencana. Semua harus dilakukan gotong royong.

Menko PMK juga menekankan agar membangun kapasitas dan kapabilitas Pemda Kab/Kota selaku penanggung jawab utama dalam penanganan bencana. Bagi Pemda Kab/Kota yang belum membentuk BPBD agar segera membentuk. Perkuat BPBD sehingga mampu menyelamatkan masyarakat dari bencana. (Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB).


google+

linkedin