RASANYA, rencana kebijakan Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sumatera Barat, DR Syahrial Bakhtiar, yang akan mencoret atau mengurangi jumlah atlet untuk berangkat ke PON Jawa Barat, sungguh sangat beresiko tinggi. Kenapa? Karena kebijakan yang akan diambil Ketum KONI Sumbar  tersebut, selain akan memunculkan sumpah serapah, juga ada kemungkinan akan ada demo dari atlet yang namanya dicoret, karena mereka telah bersusah payah untuk mendapatkan tiket lolos PON.

Aksi demo dan sumpah serapah yang diperkirakan bakal terjadi tersebut, bisa dikatakan wajar saja karena untuk meloloskan diri ke PON, tidak semudah telapak tangan, tetapi butuh perjuagan, tantangan dan pengorbanan. 

Jadi, alasan Ketum KONI Sumbar untuk mencoret atlet yang lolos PON ke PON Jawa Barat tersebut, dengan alasan dana, rasanya tak beralasan dan tak mungkin bisa dipahami atau dimaklumi atlet. Kenapa? Karena Ketum KONI Sumbar, DR Syahrial Bakhtiar, tidak ada membuat aturan tentang persyaratan untuk bisa tampil di PON Jawa Barat. 

Dulu konon khabarnya, Ketum KONI Sumbar, DR Syahrial Bakhtiar menganjurkan kepada masing-masing cabang olahraga untuk berjuang meloloskan atlet ke PON Jabar, sebanyak mungkin. Akibatnya, atlet pelatih dan pengurus cabang olahraga, berjuang mati-matian untuk meloloskan diri ke PON. 

Waktu itu, Ketum KONI Sumbar memperkirakan, atlet Sumbar ditargetkan lolos PON sekitar 250 orang dan dana yang dialaokasikan Pemda Sumbar diperkirakan sebesar Rp 30 miliar. Tapi faktanya sekarang diperkirakan sekitar 400 orang. Jika yang lolos 400 orang tersebut dikalikan Rp 50 juta perorang, maka  diperkirakan akan menghabiskan dana include Rp 20 miliar. Sisa dana Rp 10 miliar lagi,  akan dipergunakan, untuk biaya perkantoran, biaya air PDAM, listrik, telepon dan ATK, honor karyawan yang bekerja di KONI Sumbar. Begitu juga dana untuk membiayai pengurus KONI, pejabat eksekutif, wartawan, anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, yang katanya akan melakukan pemantauan dan pengawasan.

Untuk itu, wajar saja jika atlet yang telah mengantongi tiket PON, tak diberikan kesempatan untuk berjuang dan berlaga di ajang bergensi di Tanah Air PON, akan melakukan aksi demo begitu namanya di coret dari daftar kontingen. 

Khusus untuk atlet dayung, yang konon berhasil meloloskan atletnya sekitar 65 orang, spontan akan melakukan aksi demo dengan membawa pendayung dan bisa jadi perahunya ke kantor KONI Sumbar. Bis saja para atlet dayung itu, bisa saja menuntut petinggi pengurus KONI Sumbar, mulai dari waketum 1, waketum 2, waketum 3 dan waketum 4, termasuk sekretaris umum KONI Sumbar, Indra Jaya.

Jika aksi demo ini terjadi, jelas akan mencoreng nama baik pengurus, nama gubernur, wakil gubernur dan anggota DPRD Sumbar, yang notabene, sebagai penanggung jawab olahraga prestasi sesuai undang-undang. Kemudian imbasnya, nama baik masyarakat olahraga Sumatera Barat juga akan tercemar  atau ternoda.


Padahal, tanpa bermaksud menggurui petinggi olahraga KONI Sumbar, dugaan bakal terjadinya aksi demo, bisa diredam dari awal, jika sebelum pra-PON,  KONI Sumbar telah membuat aturan yang tegas dan jelas sebagai salah satu persyaratan untuk bisa tampil di PON Jabar.  Tapi, karena KONI Sumbar, tak melaksanakan rapat anggota di tahun 2015, dengan membuat aturan tegas dan jelas, maka wajar saja muncul keruwetan sebagai imbasnya.

KINI, nasi telah menjadi bubur, kepengurusan KONI Sumbar dibawah kepemimpinan, DR Syahrial Bakhtir tidak melaksanakan RAPAT ANGGOTA, sebagai yang diamanahkan AD/ART, dan persoalan ini, sudah bisa dikatakan sebagai pelanggaran AD/ART. (penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)

google+

linkedin