SAMPAI saat ini, kondisi kehidupan petani di Tanah Air  masih saja memprihatinkan. Persoalan itu terjadi, akibat selain daya saing rendah, hasil pertanian juga terus dihantam produk-produk impor dengan harga murah. Fakta tersebut, kian  menjadi sulit bagi para petani untuk mengakhiri nasibnya. 

Anekdot yang mengatakan, mahasiswa Indonesia malu menyebutkan pekerjaan orang tuanya berprofesi sebagai petani, suatu hal yang wajar, karena menjadi petani di Indonesia identik dengan kemiskinan.

Sementara mahasiswa di Amerika sangat bangga menyebutkan oranguanya berprofesi sebagai petani. Kenapa? Karena petani di negara adidaya itu, identik dengan konglomerat atau kayaraya.

Secara fakta memang, para petani yang sudah kerja keras banting tulang setahun penuh, begitu panen yang ada utangnya bertumpuk. Akibatnya, banyak petani yang berpikir mencari pekerjaan lain. Alasnnya, buat apa capek-capek banting tulang, kalau hasilnya tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kemudian, negara kita Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan dikenal sebagai negara tropis, tidak membuat petani sejahtera, bahkan terjadi sebaliknya, karena petani tak punya kemampuan berbuat banyak.

Kalau dikaji dan dianalisa, keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002, tidak berpihak kepada petani. Soalnya, PP Nomor 68/2002 tentang Ketahanan Pangan tersebut,   fokusnya lebih kepada masalah pengannya, dan bukan kepada petani sebagai subjek dalam penyediaan pangan.

Padahal, untuk dapat mewujudkan kedaulatan pangan, seharusnya diciptakan kondisi agar petani bisa berproduksi secara aman melalui peningkatan infrastruktur dan teknologi pertanian. Selanjutnya untuk lebih efektifitas, sebaiknya persoalan pertanian diserahkan kepada daerah karena dinilai lebih mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memajukan sektor pertanian.

Kemudian, langkah  dan terobosan Serikat Tani Islam Indonesia (STII), mendorong hilirisasi kegiatan pertanian, perlu didukung pemerintah. Soalnya, STII punya harapan nilai tambah produk pertanian kembali kepada para petani. Apalagi kini, STII telah membentuk Koperasi Pembangunan Masyarakat Tani (Pemasti) yang juga telah mendirikan perusahaan PT Pemasti Industri Indonesia untuk mengembangkan agro industri.

Sebagaimana kita ketahui, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla sedang fokus melakukan pembangunan pada sektor pertanian beserta infrastrukturnya dan menargetkan swasembada pangan dalam 3 tahun kedepan. Langkah atau kebijaka yang dilakukan pemerintahan Jokowi dan JK, dengan melakukan pembangunan waduk sebanyak 30 waduk dalam 5 tahun kedepan untuk mendukung sektor pertanian, sekaligus melakukan pembenahan terhadap saluran irigasinya. Anggaran yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp24 triliun dan akan diambil dari anggaran peralihan subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Daiakui, banyak lembaga permodalan dengan berbagai skim kreditnya ditawarkan ke petani, tetapi pada kenyataannya hanya dapat diakses oleh kelompok masyarakat tertentu sedangkan petani kecil masih tetap kesulitan.

Idealnya, kridit haruslah benar-benar disalurkan kepada petani untuk tujuan produksi, serta mengatasi pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk pertemuan sosial lainnya. Semoga!. (Penulis waratwan tabloid bijak). 

google+

linkedin