BIJAK ONLINE (Padang)-Ketua Komisi 1 DPRD Sumatera Barat, Marlis menegaskan, akan membentuk pansus untuk menyelesaikan kasus PT Bina Pratama Sakato Jaya yang telah menguasai tanah ulayat masyarakat Kampung Surau Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, dengan cara memperpanjang dan memperbaharui Hak Guna Usaha tanpa dasar hukum yang jelas.

"Kami di Komisi 1 DPRD Sumbar, melihat dasar hukum perpanjangan dan pembaharuan HGU yang disebutkan Dirut PT Bina Pratama Sakato, Ir H Zainal Arifin  Jaya saat hearing tadi, (Selasa, 20 Oktober 2015, red), sudah berupaya mengelabui anggota dewan dengan PP Nomor 40 Tahun 1996. Padahal, PP itu sudah tak berlaku lagi," kata Marlis yang juga Ketua DPW Partai Hanura Sumatera Barat.

Menurut Marlis, masalah perpanjang HGU sudah ada Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 5 Tahun 1999. Maksudnya,  hukum tanah nasional Indonesia mengakui adanya hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang pada kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut Undang-undang Pokok Agraria). " Jadi perpanjangandan diperbaharui HGU PT Bina Pratama Sakato Jaya itu tahun berapa dan dasar hukumny apa," kata politisi yang vokal ini.

Kemudian, kata Marlis, dulu saat Peraturan Menteri Nagara Agraria ( Permenag Nomor 5 Tahun 1999 ini, disosialisasikan di Aula Kantor Gubernur Sumatera Barat, dinyatakan oleh Deputi Kepal Badan Pertanahan Nasional, bahwa dengan berlakukna Permenag Nomor 5 Tahun 1999 ini, hak ulayak semakin kuat keberadaannya. Hal ini disebabkan, karena Hak Guna Usaha yang berasal dari hak ulayat masyarakat hukum ada yang telah berakhir jangka waktunya dapat kembali menjadi hak ulayat.

Sebelumnya, kata Marlis, ninik mamak dan tokoh masyarakat yang diundang ke Komisi 1 DPRD Sumbar, 15 Oktober 2015 lalu menyebutkan hak ulayat mereka dikuasai oleh PT Bina Pratama Sakato Jaya, seenaknya. Bahkan perjanjian akan memberikan kebun plasma 70 persen tak terealisasi.  

Jadi kata Marlis lagi, berdasarkan  Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor 749PK/PDT/2011, 19 Maret 2011, yang menyelesaikan kasus PT Mutiara Agam dan Minang Agro dengan masyarakat pemilik ulayat Tiku V Jurai dan Mangopoh Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, dapat dijadikan sebagai yurispedensi dalam pembatalan HGU. (PRB)

google+

linkedin