BERBAGAI komentar, pasti akan muncul akibat tulisan yang berjudul"Sutan Riska Tuanku Kerajaan Sangat Pantas Jadi Bupati Dharmasraya." ini.  Kenapa? Karena bagi yang pro Sutan Riska Tuanku Kerajaan pasti akan senang dan setuju dengan tulisan ini. Tapi bagi yang kontra, so pasti pula memberikan berbagai komentar dan berbagai tuduhan negatif.. Ya ra popo lah, namanya saja kita berada di Era Keterbukaan Informasi yang telah diatur oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

Sebagai salah seorang jurnalis, saya tentu punya pokok pikiran dan pandangan mengenai bisik-bisik anak nagari mengenai calon yang akan bertarung Pilkada di Dharmasraya, antara Sutan Riska Tuanku Kerajaan yang berpasangan dengan Amrizal dengan nomor urut 1 dan simbol Suka-Aman. Begitu juga dengan pesaingnya, Adi Gunawan yang berpasangan dengan Jonson Putra dengan nomor urut 2 dengan sibol AG-Jos.

Dari berbagai aspirasi yang saya dengar di berbagai nagari, tampaknya masyarakat kalangan bawah dan menengah lebih cenderung mendukung Suka-Aman. Alasannya pun sangat sederhana dan bisa diterima dengan logika dan ilmiah. 

Sebagai contoh, di beberapa nagari yang asal mulanya daerah transmigrasi yang sudah menjadi nagari Jawa-Minang, lebih berpihak kepada pasangan Suka-Aman. Alasannya, sebagai warga Kabupaten Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan merupakan pewaris tahta kerajaan. Kemudian, raja yang sebelumnya telah menghibahkan tanahnya untuk warga transmigrasi dan wajar sajalah kalau sebagai ucapan terima kasih, memberikan dukungan kepada pewaris kerajaan. Logika politiknya, semacam politik balas budilah kepada  pewaris kerajaan.

Kemudian, di berbagai nagari yang non transmigrasi, sosok Sutan Riska Tuanku Kerajaan dikait-kaitkannya dengan sosok mantan Bupati Dharmasraya Marlon, yang punya perhatian dan konsep pembangunan  yang tertruktur dengan infrastruktur yang berkesinambungan membuka poros jalan lingkar untuk membuka keisolasian suatu daerah, seperti membuka jalan dari Sungai Kambut ke Timpeh perbatasan Sumbar-Jambi dan ke Solok Selatan.

Jadi sosok Marlon, merupakan icon bagi masyarakat yang akan menyalurkan aspirasinya ke pasangan Suka-Aman dengan nomor urut 1. Tapi sayangnya, program pembangunan yang pondasinya telah disiapkan Marlon tak dilanjutkan dengan Adi Gunawan. Bahkan Adi Gunawan yang bukan putra daerah Dharmasraya pun dipergunjingkan selalu membawa pembangunan ke sekitar Gunung Medan sebagai daerah kelahirannya.

Jadi, bagi masyarakat Dharmasraya, sudah tahu asal usul kampung halaman Adi Gunawan, yakni Kabupaten Solok, yang kebetulan orangtuanya telah lama merantau ke Gunung Medan. Fakta ini pun kian menguatkan dukungan putri asli Dharmasraya pada Sutan Siska Tuanku Kerajaan, sebagai pewaris tahta kerajaan.

Begitu juga dengan semua rumah makan, warung nasi di sepanjang jalan lintas Sumatera dalam wilayah Kabupaten Dharmasraya, yang cendrung mendukung pasangan Suka-Aman. Kenapa? Karena sewaktu Dharmasraya dipimpin Marlon, setiap ada acara yang membutuhkan nasi bungkus dan nasi kotak,  ternyata Marlon selalu memerintahkan jajarannya untuk membelinya dengan rumah makan dan warung nasi di sepanjang jalan dalam wilayah Dharmasraya. Maksudnya, setiap rumah makan dan warung nasi, dibeli dengan kontak sebanyak 25 bungkus sampai 50 bungkus. Jadi masing-masing pemilik rumah makan dan warung nasi mendapatkan keciprak rezeki dari berbagai kegiatan Pemerintah Dharmasraya.

Rupanya kebijakan mantan Bupati Dharmasraya Marlon ini, bertolak belakang seratus delapan puluh derajat begitu Adi Gunawan jadi bupati. Kenapa? Karena semua keperluan nasi bungkus dan nasi kotak setiap ada acara Pemkab Dharmasraya, selalu di kuasai oleh Rumah Makan Umega yang merupakan rumah makan orang tua Adi Gunawan, sehingga memunculkan  informasi minor alias negatif, yang menyebutkan, kalau Umega tak hanya menguasai nasi bungkus dan kotak saja, tetapi juga snek dan air mineral. 

Fakta itu secara langsung menimbulkan antipati masyarakat terhadap sosok Adi Gunawan yang berpasangan dengan Jonson Putra. 

Sikap kurang mendukungnya muncul dari masyarakat Kampung Surau yang menilai Adi Gunawan, lebih berpihak ke pengusaha sawit, seperti PT Bina Pratama Sakato Jaya dari pada mereka. Bahkan, saat beberapa ninik mamak berkeluh kesah kepada Adi Gunawan, agar membantu mereka melawan PT Bina Pratama Sakato Jaya yang telah menguasai tanah ulayatnya, Adi Gunawan justru melarang masyarakat dengan bahasa yang kurang simpatik. 

Begitu juga dengan masyarakat yang tanah ulayatnya di kuasai pengusaha perkebunan sawit yang berinvestasi bagaikan Belanda minta tanah di Dharmasraya. Diantaranya, PT AWB, PT SAK yang keberadaannya di bawah PT Incasi Raya Grup. Kesimpulannya, masyarakat yang lagi bersengketa dengan perkebunan sawit, lebih cendrung berpihak kepada Sutan Riska Tuanku Kerajaan dengan bahasa kampanye lebih konsisten

Sementara dukungan masyarakat yang cendrung ke Adi Gunawan, boleh dikatakan sebahagian besar kelurga pejabat dilingkungan PNS di Kantor Bupati Dharmasraya yang haus kekuasaan. Begitu juga dengan keluarga pegawai tenaga honor, seperti anggota Satpol PP yang diangkat Adi Gunawan saat menjadi Bupati Dharmasraya.

Yang menarik lainnya, para rekanan kontraktor yang dijanjikan proyek oleh Adi Gunawan saat berkuasa, juga menjadi timses dan tim relawan dan bahkan para kontraktor tersebut  tak segan-segan mengambil muka dengan berkampanye sepanjang nagari, dengan bahasa Sutan Riska Tuanku Kerajaan masih muda dan belum punya pengalaman.

Kata kuncinya, salah dalam memilih pemimpin, 9 Desember 2015 mendatang, akan merasakan dampaknya 20 tahun mendatang. (Bersambung)(Penulis adalah wartawan Tabloid Bijak dan Padangpos.com).  


google+

linkedin