BIJAK ONLINE (SOLOK)- Aksi pemadaman aliran listrik di wilayah Kota Solok, semakin parah, dalam sepekan terakhir. Pemadaman listrik selama lebih dari tiga jam pada waktu tidak menentu, telah merugikan konsumen dan pengusaha yang setiap hari bergantung dengan setrum listrik milik PT PLN ini.

Di sebagian Kota Solok, bahkan keseluruhannya, pada malam Hari Raya Idul Adha, (28/9) pemadaman listrik terjadi selama lebih dari enam jam, kemudian menjelang magrib masih hari yang sama pada hari raya Idul Adha, pemadaman listrik terjadi hingga tiga jam. Belum seminggu, tepatnya pada hari Selasa, (29/9), pukul 5:00 sore, hingga pukul 8:00 listrik kembali padam.

Masyarakat mengeluhkan pemadaman yang dilakukan tanpa pemberitahuan tersebut, karena saat mati lampu, arus lalu lintas semrawut dan macet, sedangkan aktivitas rumah tangga dan usaha terhenti, akibat tidak adanya pemberitahuan resmi pemadaman listrik dari PLN Kota Solok.

Ari warga Solok seorang penjual Gorengan di Simpang Rumbio, menyesalkan tindakan PLN yang memadamkan aliran listrik tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu. Pasalnya, lanjut dia, pemadaman listrik jelas berdampak langsung pada kegiatan produksi usaha, terutama pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi satu-satunya usaha dia mencari pundi pundi uang.

"Mati lampu, yang dirugikan pengusaha UMKM. Mereka sangat bergantung dengan listrik, begitupun dengan saya, jika listrik mati, barang jajaan saya menjadi gelap, siapa yang mau liat gorengan saya ini, padahal ini satu-satunya pekerjaan saya untuk mencari uang, uangnya kan digunakan untuk membayar listrik juga," kata Ari. Ia berharap PLN menginstrospeksi diri terhadap manajemen dan kinerjanya, bukan malah mengimbau kepada pelanggannya untuk berhemat daya listrik, karena listrik sudah menjadi kebutuhan.

Yulpi, salah seorang pemilik UMKM di Keluruhan Tanjung Harapan Kota Solok, mengaku kecewa dengan pemadaman listrik yang tidak menentu jadwalnya, belakangan ini. Usaha makanan ibu dua anak ini terganggu dan merugi karena tidak bisa melanjutkan produksinya, karena tidak bisa mengoperasikan peralatan listrik.

"Jelas rugilah kalau mati lampu. Alat-alat masak, seperti belender, pengaduk kue megicjer, tidak bisa digunakan, dan waktu banyak terbuang, akhirnya omset penjualan menurun setiap harinnya," tuturnya. Menurut dia, pemadaman listrik saat ini sudah makin parah, karena tidak mengenal waktu lagi, seperti dulu, pada beban puncak saja.

Ia berharap kalau ingin dilakukan pemadaman silahkan malam hari, karena jika pemadaman dilakukan di jam sibuk, dan beritahukanlah dulu kemasyarakat sebelum dipadamkan, tapi Yulpi sangat berharap pemadaman listrik jangan sampai dalam seminggu terjadi beberapa kali, “pemadaman listrik, jangan seperti ini, kalau sebulan sekali, gak apa-apa lah, toh, kami selalu membayar token kalau listrik habis,” kata Yulpi, menjelaskan dirinya harus membayar 50 ribu rupiah token listrik setiap 3-4 hari, agar usahanya tetap berjalan.(Wan/Van)

google+

linkedin