KESEDIHAN akibat bencana gempa yang berkekuatan 7,6 skala richter yang terjadi sekitar pukul 17:.16:10 WIB , 30 September 2009 lalu, masih segar dalam ingatan masyarakat Ranah Minang Sumatera Barat. Kenapa? Karena gempa yang terjadi dilepas pantai Sumatera, sekitar 50 kilo meter barat laut Kota Padang, sungguh sangat mengharubirukan sukma.

Kemudian, tragedi yang menakutkan itu, sejak tahun pertama hingga 30 September 2015 ini,  selalu dikenang dan diperingati. karena duka Ranah Minang tersebut merenggut  nyawa sekitar sekitar1.117 orang meninggal dunia,  1.214 orang, luka berat 1.688 orang luka ringan, 1 orang warga yang hilang.  Kemudian, rumah yang diluluhlantakan gempa berjumlah 135.448 unit rusak berat, 63.380 rusak sedang dan 78.604 rusak ringan. 

Untuk itu, wajar saja kalau duka lara yang meluluhkan sukma itu, masih terbayang-bayang bagi  masyarakat Sumatera Barat yang berdomisili di Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. 

Khusus masyarakat Kota Padang, tepatnya di Kelurahan Surau Gadang, Kecamatan Naggalo, tragedi musibah gempa, 30 September 2015 tersebut, sebagaimana pernah di beritakan Tabloid Bijak, terdapat  sekitar 50 KK dari 289 data masih saja merasakan kekecewaan. Kenapa? Karena dalam pencairan bantuan gempa tersebut, disinyalir ada permainan. Maksudnya,  ada masyarakat yang layak dan berhak menerima bantuan, terpaksa gigit jadi, sedangkan yang tak layak menerima bantuan kemanusian itu, menikmati  bantuan tersebut.

Secara hukum, memang ada petugas dari pemerintahan Kota Padang yang telah meringkuk dikandang situmbin di hotel pradeo Muaro Padang. Tapi, masyarakat yang berhak untuk mendapatkan bantuan kemanusian itu masih saja dirundung kekecewaan, karena harapannya mendapatkan bantuan hanya bagaikan mimpi.

Jadi, adanya acara memperingati tragedi musibah gempa, 30 September 2015 ini, tak ada salahnya. Tapi alangkah idealnya, jika masalah masyarakat yang layak dan berhak mendapatkan bantuan dana gempa tersebut di data ulang dan diberikan bantuan dengan tujuannya, meredakan kekecewaanya. 

Kemudian, sebagai pihak pelaksana dari semua persoalan penyaluran bantuan gempa tersebut, seharusnya  memberikan data secara terbuka terhadap penyaluran dan memberikan laporan secara terbuka (online). Kenapa? Karena masyarakat sudah tahu, kalau bantuan kemanusian tersebut mendapatkan uluran tangan dari pihak ketiga, apakah itu sumbangan dari negara luar, maupun provinsi, kabupaten dan kota di seluruh nusantara yang peduli musibah gempa. 

Tujuan memberikan laporan secara terbuka tersebut, untuk menghindari gunjingan bernada negatif kepada walikota yang berkuasa saat musibah gempa, 30 September 2015 lalu itu. Kenapa? Karena dari tragedi yang menyayat sukma dan meluluhkan qalbu tersebut, ada yang menikmati dengan memperkaya diri, bak ibarat sensara membawa nikmat. (Penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)

google+

linkedin