JUDUL tulisan ini, memang sengaja dibuat seperti itu. Kenapa? Karena secara fakta para penjarah kayu di hutan lindung TNKS tersebut, aman-aman saja membawa kayu jarahannya, baik ke Kota Medan Sumatera Utara, ke Jakarta atau daerah lainnya di Pulau Jawa. 

Kenapa bisa bebas dan aman menjarah, serta aman pula membawa hasil jarahan kayu hutan lindung tersebut? Jawabannya, karena telah terjadi persekongkolan antara pejabat, aparat dan pengusaha kayu yang sudah berstatus kelas kakap, yang populer dengan sebutan mafia kayu.

Sasaran penjarah hutan lindung itu TNKS, kayu yang berada di Kabupaten Solok Selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya. Yang hebatnya, kayu TNKS yang berada di Solok Selatan, dibawa keberbagai daerah dari Dharmasraya. Sebagai dokumen, para penjarah kayu tersebut cukup mengurus surat jalan dan memberikan "uang pelicin" kepada aparat penegak hukum. Jadi jangan heran, kalau setiap hari, ada beberapa truk dari Kabupaten Dharmasraya konvoi membawa kayu jarahan dari hutan TNKS tersebut.

LSM yang peduli hutan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat, telah berkali-kali  menyuarakan telah terjadi penggundulan hutan di Provinsi Sumatera Barat dan bahkan Walhi Sumbar  menilai penjarahan hutan TNKS sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Kemudian, Walhi menyebutkan pula penggundulan hutan TNKS tersebut, akibat lemahnya pengawasan hutan oleh Dinas Kehutanan Sumbar dan aparat penegak hukum.

Berdasarkan kajian dan analisis Walhi, akibat lemahnya pengawasan oleh dinas kehutanan, laju deforestasi atau penebangan tutupan hutan di Sumbar sepanjang 2015 tercatat lebih dari 3.600 hektare. Untuk kegiatan 'illegal logging' atau pembalakan liar antara 200-300 hektare yang tersebar di berbagai kabupaten kota, termasuk Kota Padang dengan titik yang cukup banyak.

Kemudian, Walhi Sumbar memperkirakan, sekitar 540 hektare hutan lainnya berkurang akibat adanya aktivitas pembukaan lahan pertanian dan perkebunan dengan cara membakar lahan. 

Sedangkan pelaku perambahan kawasan hutan paling tinggi dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan tujuan memperluas area perkebunan atau pembukaan lahan perkebunan baru, sehingga tercatat lebih dari 2.000 hektare hutan lindung yang dijarahnya.

Dari pembukaan lahan perkebunan oleh perusahaan ini, manfaat secara ekonomi bagi masyarakat sangat kecil, tapi dampak kerusakan lingkungannya sangat besar. Bahkan, diperkirakan laju deforestasi ke depan akan semakin mengkhawatirkan seiring adanya izin pengelolaan hutan lindung seluas 500 ribu hektare bagi masyarakat adat di Sumbar.

Dalam izin pengelolaannya, masyarakat memang harus mempunyai kelompok pengelola. Kemudian rencana pengelolaan dan kawasan hutan akan dikelola secara mandiri.Tapi, izin pengelolaan ini sangat rentan dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan yang lebih besar, seperti perusahaan perkebunan dan aktivitas penebangan liar. 

Secara tioritis, dampak dari penebangan kayu secara liar di TNKS tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Hilangnya kesuburan tanah
Ketika hutan di babat pohon-pohonnya, hal ini mengakibatkan tanah menyerap sinar matahari terlalu banyak sehingga menjadi sangat kering dan gersang. Hingga nutrisi dalam tanah mudah menguap. Selain itu, hujan bisa menyapu sisa-sisa nutrisi dari tanah. Oleh sebab itu, ketika tanah sudah kehilangan banyak nutrisi, maka reboisasi menjadi hal yang sulit dan budidaya di lahan itu menjadi tidak memungkinkan. (baca : erosi tanah)

2. Turunnya sumber daya air
Pohon sangat berkontribusi dalam menjaga siklus air, melalui akar pohon menyerap air yang kemudian di alirkan ke daun dan kemudian menguap dan dilepaskan ke lapisan atmosfer. Ketika pohon-pohon ditebang dan daerah tersebut menjadi gersang, maka tak ada lagi yang membantu tanah menyerap lebih banyak air, dengan demikian, akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan sumber daya air.

3. Punahnya keaneka ragaman hayati
Meskipun hutan hujan tropis hanya seluas 6% dari permukaan bumi, tetapi sekitar 80-90% dari spesies ada di dalamnya. Akibat penebangan liar pohon secara besar-besaran, ada sekitar 100 spesies hewan menurun setiap hari, keanekaragaman hayati dari berbagai daerah hilang dalam skala besar, banyak mahluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan telah lenyap dari muka bumi. (baca : cara mencegah hutan gundul)

4. Mengakibatkan banjir
Salah satu fungsi hutan adalah menyerap dengan cepat dan menyimpan air dalam jumlah yang banyak ketika hujan lebat terjadi. Namun ketika hutan digunduli, hal ini tentu saja membuat aliran air terganggu dan menyebabkan air menggenang dan banjir yang mengalir ke pemukiman penduduk. (baca : penyebab banjir )

5. Global Warming
Deforestasi juga berdampak pada pemanasan global. Pohon berperan dalam menyimpan karbondioksida yang kemudian digunakan untuk menghasilkan karbohidrat, lemak dan protein yang membentuk pohon, dalam biologi proses ini disebut fotosintesis. Ketika terjadi deforestasi, banyak pepohonan yang dibakar, ditebang, yang mengakibatkan lepasnya karbondioksida di dalamnya, hal ini menyebabkan tingginya kadar karbondioksida yang ada di atmosfir. Dengan melihat dampaknya yang sangat mengerikan, maka pelestarian hutan perlu dan Harus segera dilaksanakan. Eksploitasi hutan yang terus menerus terjadi, berlangsung sejak dahulu hingga sekarang tanpa dibarengi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi rusak.

Pembalakan liar yang dilakukan penjarah kayu di TNKS merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal sudah kita ketahui, hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air. 

KINI, sebagai masyarakat, baik yang hidup disekitar hutan lindung TNKS, maupun di SUmatera Barat, mari kita bersama-sama menghentikan penebangan hutan lindung. Semoga. (Penulis wartawan tabloid bijak dan padangpos.com)

google+

linkedin