PERMAIANAN uang atau kepeng-kepeng dalam lobi-lobi politik yang dilakoni para petinggi partai dengan calon kepala daerah, di Sumatera Barat, sudah bukan rahasia umum lagi. Fakta dan kondisi itu memang masih saja mewarnai prilaku petinggi partai dan calon kepala daerah, dalam lobi-lobi politik dalam penetapkan bakal calon

Dari catatan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dari 1.718 laporan dugaan pelanggaran yang diterima selama pelaksanaan pilkada, sebanyak 367 laporan di antaranya masuk dalam kategori politik uang. Politik uang ini biasanya muncul dalam bermacam bentuk menjelang pilkada, seperti bujukan untuk menyoblos dengan imbalan rupiah, pemberian hadiah, dan diselenggarakannya berbagai turnamen menjelang pemilukada.

Akibat dugaan prilaku tak terpuji itu,  hanya calon-calon kepala daerah yang banyak punya uang saja yang bisa mendapatkan dukungan partai sebagai kendaraan untuk bisa mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum. 

Jika diamati, dikaji dan dianalisa  dari proses alot dan berubah-berubahnya bakal calon yang akan  diusung partai politik, wajar-wajar  saja timbul dugaan atau tuduhan adanya  permainan politik uang dari petinggi partai dengan bakal calon yang ditetapkan untuk maju mengadu peruntungan di Pilgub Sumbar.

Kecurigaan publik melek informasi politik praktis, kian memuncak begitu partai politik telah menetapkan bakal calon di KPU Sumbar, Senin, 27 Juli 2015 yang menetapkan pasangan IP-NA yang diusung PKS-Gerindra dan Selasa, 28 Juli 2015 untuk pasangan MK-FB yang diusung empat partai politik, PAN, Nasden, PDI-P dan Hanura. 

Setiap ada masyarakat yang mengatakan telah terjadi politik uang dalam menetapkan calon kepala daerah, selalu muncul bahasa lugas dan tegas dari timses dan tim relawan. "Apa punya bukti?'. 

Yang hebat dan menariknya, bersamaan dengan pertayaan ada bukti itu, muncul pula kalimat. "Bau busuknya menyengat, tapi susah membuktikan siapa yang kentut."

Kegalauan masyarakat yang melek informasi, dengan tersingkirnya  calon gubernur yang telah digadang-gadangkan berbagai media, yakni  Sadiq Pasadique  Bupati Tanah Datar dua peride dan Syamsu Rahim yang akan mengakhir jabatannya sebagai Bupati Solok, 2 Agustur 2015.

Bagi Tim Relawan Sadiq Pasadique, bobot dan kualitas kandidatnya jauh lebih hebat dari yang telah ditetapkan partai politik. Tapi apa mau dikata, tasisih maco dek kain marekan dan bahkan kandidatnya takicuh dek nan tarang.

Yang jelas, dengan adanya dugaan permaianan praktik politik dalam penetapan calon gubernur Sumbar oleh petinggi partai politik, telah menodai  suksesnya pemilihan kepala daerah. Kenapa? Karena  masyarakat yang melek informasi dan cerdas  dalam memilih mengharapkan,   mekanisme pergantian kekuasaan di Ranah Minang dengan cara yang demokratis, jujur, adil, dan transparan.

Kini, dugaan permainan politik kepeng-kepeng telah menodai menodai dunia politik praktis Sumatera Barat. Suka tidak suka dengan tuduhan itu, proses Pilkada telah berjalan dan berlangsung dengan tahap demi tahap sesuai jadwal KPU Sumbar.

Siapapun yang akan terpilih, 9 Desember 2015 mendatang, jelas akan berusaha mengembalikan kost politiknya.  Mengharapkan gaji dan tunjangan untuk mengembalikan modal, jelas tak akan cukup. Jalan pintasnya, tentu dengan melakukan perbuatan korupsi. (Penulis wartawan tabloid bijak)

google+

linkedin