SUHU politik di Ranah Minang sudah ada tanda-tanda bakal mendidih. Pemicunya begitu terbecit informasi tetang pertarungan para anak nagari Sumatera Barat yang akan mengikuti pemilihan Gubernur Sumatera Barat yang akan dilaksanakan, 9 Desember 2015 mendatang. 

Kata-kata elit minang ini cukup membahana begitu ada semacam deklarasi mendukung salah satu pasangan untuk maju di Pilgub dengan berbagai gaya dan corak, sehingga ada pula tertimoni segala.

Yang menariknya, yang katenye elit minang di Jakarte itu, menyatakan keberpihakannya kepada salah satu pasangan yang rasanya kurang elok, kalau memang mau menyebutkan diri mereka elit Minang Jakarte. 

Siapa pun punya pilihan dan idola, terutama tim ses dan tim sukarelawan. Tapi, khusus yang katenye elit Minang, Jakarte, walaupun punya pilihan dan senang dengan salah satu pasangan, janganlah sampai bersikap seperti itu bana. Soalnya, khusus untuk yang terhormat, mantan Gubernur Sumatera Barat, Ir Azwar Anas dan mantan Walikota Padang, Syahrul Ujud SH, janganlah ikut bermain-main pula dengan politik praktis Pilkada ini, kalau ingin menjadi kebanggaan orang Minang di nusantara dan se Ranah Minang.

Sebagai anak nagari yang pernah memegang tampuk kekuasaaan di Ranah Minang, alangkah eloknya jadi panutan seluruh anak nagari di Ranah Minang, tanpa memperlihatkan secara terang-benderang terhadap keberpihakan pada salah satu calon. Kenapa? Secara fakta, masyarakat Kota Padang, juga ada yang "luka hati" begitu pilihan dan dukungan Ir Azwar Anas dan Syahrul Ujud terhadap pasangan De-JE, ternyata tak terealisasi sebagaimana yang dikoarkan sebelumnya.

Alangkah naifnya, menyuruh orang milih, sementara yang bersangkutan tak ikut memilih, karena sudah menjadi warga ibukota Jakarta. Alangkah lebih naifnya lagi, yang bersangkutan lebih senang dan bahagia tinggal di rantau orang daripada dikampuang sendiri. Memang cinta kampuang tak harus tingal di kampuang. Tapi ini kan sudah pensiun bertahun-tahun.

Terkhusus lagi kepada yang terhormat Ir Azwar Anas dan Syahrul Ujud. Janganlah terlalu percaya dengan informasi yang tak paham benar antara logika bahasa dan logika factanya. Telusuri dulu kebenaran informasi tersebut dan siapa orang yang menyampaikan inormasi tersebut. Soalnya, apa yang dilihat saja belum tentu benar. Contohnya farta murgana dan rel kereta api yang kalau dilihat, makin keujung semakin kecil. APALAGI YANG DIDENGAR.

Cara masyarakat Minang berdemokrasi memilih pemimpinya berbeda sesuai zamannya. Kalau di era Sorharto, berbeda di era reformasi ini. Rasanya, jika pemilihan gubernur dan walikota dulu sama dengan sekarang, ceritanya pasti berbeda.

Di dalam politik praktis, para politisi dan pialang politik lagi "berantem" lagi "main cakar-cakaran" dengan bermacam ragam dan gaya yang target dan tujuannya untuk menarik simatisan calon pemilih, sehingga memilih. Jadi, jangan sampai dimanfaatkan dan diperalat oleh politisi, pialang politik.

Jika ingin benar bermain politik, masuk lah ke partai politik dan suruh anak kandung jadi pemain politik atau menantu, mana tahu bisa juga jadi gubernur dan Walikota Padang. Harapanya, jangan sampai persoalan politik praktis membuat nama harum dan nama kebanggan orang Minang berubah menjadi benci disaat-saat usia lansia ini. 

google+

linkedin