 |
| Musik arak |
“Ambo sedih juo mancaliak tari tradisional anak nagari Pauh 14 yang terancam punah, karena tak ada lagi anak nagari yang mau belajar tari leluhurnyo,” kata Syaf Gojo dan Anwar Pandeka ketika berbincang-bincang di Kadai Rang Padang, minggu lalu.
Menurut Syaf Gojo, diantara tari tradisional yang terancam punah itu, Tari Buai-Buai, Tari Piring, Tari Atai-Atai dan Tari Padah-padah. Padahal dulu, tari-tari sangat digemari anak nagari dan bahkan tari itu jadi bahan carito, bagi anak nagari bilo bertemu sesamanya. “Ambo berharap kepada pak wali dan wawali, agar peduli dengan tari tradisional anak nagari Pauh 14 ini,” kata guru sliat Pauh ini.
Semua tari anak nagari Pauh 14 tersebut, kata Syaf Gojo, ditarikan dengan gerak silat dan diiringi saluang dan rantak kudo. “Kalau Tari Buai-buai, yang menarikannya tak terbatas dan penarinya sapayuang dan memakai pakaian silek,” kata pendukung Mahem ini.
Sedangkan Tari Atai-atai, dimaikan pakai kain sarung yang panjangnya limo heto dan pakai nyanyi dan diiringi saluang, serta gendang adok atau rabana kecil. “Yang asyiknya, suara penyanyinya melengking,” ujar Syaf Gojo lagi.
Sedangkan Tari Padah-padah, kata Anwar Pandeka, tidak ada diringi saluang dan gendang. Penari mempergunakan gerakan silek. Tari ini diperagakan dipesta perkawinan, atau dalam acara penobatan gelar sang datuak urang ampek jinih. “Semua penari laki-laki dan dulu, tak satu pun tari anak nagari Pauh 14 yang dimainkan perempuan. Jika ada adengan perempuan, anak laki-laki yang disulap pakai baju perempuan,” katanya.
Hingga kini, kata Anwar Pandeka, masih banyak juga guru tari yang bisa dan mau menurunkan ilmu tari tradisionalnya untuk anak nagari. “Saya juga berharap, agar pemerintah Kota Padang untuk serius melestarikan adat dan istiadat, serta tari tradisional,” ujarnya. (Yal Aziz)